Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/07/2013, 07:09 WIB
VATIKAN, KOMPAS.com — Paus Fransiskus telah mengeluarkan undang-undang baru untuk mengatasi masalah kekerasan seksual maupun fisik pada anak. Tahta Suci mengumumkan terbitnya UU baru itu, Kamis (11/7/2013).

Kekerasan seksual maupun fisik pada anak merupakan kejahatan menurut hukum gereja. Namun, UU ini secara khusus melarang kejahatan itu terjadi di negara kota Vatikan.

Tercakup dalam pelarangan dalam UU ini adalah pelacuran anak maupun pembuatan dan kepemilikan gambar porno anak.

Radio Vatikan menambahkan, cakupan UU pun memiliki ruang lingkup meluas. Aturan dalam Konvensi Jenewa juga diakomodasi UU baru itu, bersama dengan aturan soal kejahatan perang dan diskriminasi ras.

UU ini merupakan "moto proprio" dari Paus Fransiskus, sebuah dokumen yang merupakan inisiatifnya sendiri. Hukum pidana baru merupakan bagian dari pembaharuan berkelanjutan sistem hukum Vatikan, yang dimulai pada masa Paus Benediktus XVI.

Jaringan para Korban Pelecehan Imam (SNAP), sebuah kelompok advokasi AS untuk korban pelecehan pastur dan pendeta, menolak UU ini. Mereka menyebut UU ini sebagai "seolah telah bersikap baik".

"Untuk citra Vatikan, ini adalah langkah sukses. Untuk keamanan anak-anak, ini adalah kemunduran lain karena akan membantu menumbuhkan kesan reformasi palsu," kata Direktur SNAP David Clohessy dalam keterangan tertulis.

"Hierarki Gereja tidak perlu aturan baru pada (kasus) pelecehan. Ini tinggal mengikuti hukum sekuler yang sudah lama terbentuk untuk kasus pelecehan. (Vatikan) perlu mendorong, bukannya menentang reformasi nyata," ujar dia.

Sebelumnya, Panel Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa telah mengajukan daftar pertanyaan sulit untuk Vatikan, terkait dugaan pelecehan anak oleh para pastor. Batas waktu pemberian jawaban adalah 1 November 2013.

Dalam daftar itu, Komite Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Hak Asasi Anak (UNCRC) menanyakan "informasi terperinci untuk semua kasus pelecehan seksual pada anak yang dilakukan oleh para anggota keuskupan, para pastur, atau biarawati" sejak Takhta Suci terakhir kali melaporkannya sekitar 15 tahun lalu. Batas waktu pemberian jawaban adalah 1 November 2013.

Permintaan itu dimasukkan ke dalam "daftar masalah", yang diunggah di laman UNCRC. "Pengumuman" baru akan dicabut bila Vatikan memberikan jawaban sebelum Januari mendatang, dengan memberikan laporan kinerja gereja berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Asasi Anak yang diterbitkan pada 1990.

Daftar pertanyaan ini akan menjadikan Takhta Suci Vatikan "diperiksa" secara terbuka untuk pertama kali oleh sebuah panel internasional, terkait skandal pelecehan terhadap anak. Kasus ini di banyak negara telah merusak citra gereja.

UNCRC tidak memiliki kewenangan penegakan hukum, tetapi laporan negatif setelah sidang pemeriksaan akan menjadi pukulan telak bagi gereja. Terbitnya daftar pertanyaan ini menunjukkan UNCRC menepis peringatan Vatikan yang menyatakan kemungkinan penarikan diri dari Konvensi Hak Asasi Anak, bila didorong terlalu keras terkait dugaan pelecehan anak tersebut.

Dalam laporan pada akhir 2011 yang diunggah di laman PBB pada Oktober 2012, Tahta Suci Vatikan mengingatkan UNCRC atas yurisdiksi hukum dan isu-isu lain yang dibuat ketika menandatangani pakta global itu. Disebutkan setiap "interpretasi" baru akan memberikan alasan "untuk mengakhiri atau menarik diri "dari perjanjian tersebut.

Pertanyaan UNCRC

Sementara UNCRC dalam permintaannya atas informasi tersebut menanyakan kepada Vatikan, bagaimana cara Vatikan memastikan para pastor, yang diduga adalah pelaku pelecehan, tak lagi memiliki kontak dengan para korbannya. Lalu, ditanyakan pula instruksi apa yang dikeluarkan Vatikan untuk memastikan kasus yang diduga diketahui gereja dilaporkan ke polisi.

Di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Irlandia, gereja telah dituduh hanya memindahkan para pastor yang menjadi tersangka dari satu keuskupan ke keuskupan yang lain. Penanganan kasusnya pun dilakukan diam-diam.

Komite tersebut juga bertanya apakah gereja menyelidiki kasus Magdalena Laundries, yang dijalankan oleh para biarawati di Irlandia selama beberapa dasawarsa sampai ditutup pada 1996. Para mantan tahanan perempuan di sana mengatakan mereka telah diperlakukan sebagai budak.

Sampai Rabu (10/7/2013), tidak ada komentar dari Vatikan terkait daftar pertanyaan UNCRC. Keith Porteous Wood, Direktur Eksekutif Komunitas Sekuler Nasional Inggris yang memberikan bukti kepada komite pada Juni, mengatakan bahwa dia berharap sikap baru dari Paus Fransiskus.

"Dia (Paus Fransiskus) telah menyatakan tekad gereja Katholik untuk bertindak tegas terhadap para pedofil," kata Wood. "Ini memberikan ruang bagi optimisme bahwa masalah ini pada akhirnya ditangani. Kepausannya akan dinilai berdasarkan keberhasilannya dalam menangani kasus ini," tegas Wood.


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com