Kamp itu berlokasi dekat dengan perbatasan Papua Niugini dan Papua Barat.
Dia mengajak agar semua tokoh gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) berkumpul di sana untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan dari Indonesia.
"Saya ingin Jacob Prai di Swedia, John Ondawame di Australia. Semua orang pemimpin di luar negeri untuk kembali ke kamp ini, Kamp Victoria, untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan," katanya.
Kogoya, yang diamputasi saat ditahan tahun lalu, bersumpah akan terus melakukan perlawanan meski berada di dalam hutan.
Dia menyusup ke Papua Niugini setelah diancam akan ditangkap kembali kendati sudah dibebaskan.
"Kaki ini dipotong karena OPM, pribadi saya minta merdeka. Papua harus keluar (merdeka) dari Indonesia,” kata Kogoya.
Kogoya mengklaim telah memerintahkan 7.000 pasukan untuk bersiaga dengan sekitar 200 pejuang aktif, tetapi jumlah itu tidak dapat diverifikasi.
Sementara jurnalis Radio Australia, Liam Cochrane, dalam laporannya menyebutkan, pasukan Kogoya yang berada di Kamp Victoria hanya memiliki senjata rakitan tanpa berisi peluru.
Perjanjian ekstradisi
Sementara itu, bulan lalu Papua Niugini dan Indonesia telah menandatangani perjanjian ekstradisi.
Perjanjian itu dapat digunakan untuk menargetkan mengekstradisi aktivis OPM Papua Barat yang kini berada di Papua Niugini.
Sementara Perdana Menteri Papua Niugini Peter O’Neill mengatakan, perjanjian ekstradisi akan digunakan untuk penjahat dan bukan aktivis politik, tetapi untuk mereka yang bisa dianggap mengganggu itu masih harus diuji.
"Kami berpendapat, kebijakan dan masalah Papua Barat merupakan bagian integral dari Indonesia. Kami telah secara konsisten mempertahankan itu," kata O’Neill.