Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mesir, Dua Revolusi dalam Dua Tahun?

Kompas.com - 04/07/2013, 06:06 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

KAIRO, KOMPAS.com — Polarisasi kekuatan politik di Mesir menghadapi fase paling kritis setelah revolusi pada 2011, Rabu (3/7/2013). Presiden Mesir Muhammad Mursi, presiden pertama yang dipilih melalui pemilu, telah digulingkan militer. Pesan dramatis penasihat keamanan Mursi mengingatkan rakyat Mesir dan penganut demokrasi tentang konsekuensi dari langkah militer Mesir tersebut.

Kepala angkatan bersenjata Mesir, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi mengumumkan bahwa ia telah membekukan konstitusi dan akan menunjuk pimpinan pengadilan tertinggi Mesir sebagai pemimpin sementara. Pemilu untuk memilih presiden dan parlemen, janji dia, akan segera dijadwalkan dengan kabinet transisi menjalankan pemerintahan sementara sampai hasil pemilu didapat.

"Kami akan membangun masyarakat Mesir yang kuat dan stabil yang tidak akan mengecualikan pihak mana pun," kata Sisi di depan panel Mesir, mewakili apa yang disebut kubu oposisi sebagai spektrum utuh Mesir. Di dalam panel ini, terdapat Koptik Paus dan ulama senior Mesir.

Tetapi, Mursi, melalui layanan di sosial media Facebook dan Twitter, menyatakan langkah militer ini sebagai "kudeta penuh" meskipun pernyataan Sisi pun mendapat sambutan meriah dengan lontaran kembang api yang spektakuler dari ribuan pengunjuk rasa di Tahrir Square, Kairo.

Sebelumnya, militer mengultimatum Mursi untuk mundur. Namun, sampai tenggat waktu yang diberikan militer terlewati, tidak ada kesepakatan antara militer, oposisi, dan Mursi. Militer pun telah membuat barikade yang membatasi gerak para pendukung Mursi, terpisah dari arus utama demonstrasi di Tahrir Square.

Pada Selasa (2/7/2013), militer tak menyuarakan apa pun setelah mengeluarkan ultimatum pada Senin (1/7/2013). Kediaman ini sempat membingungkan kubu oposisi maupun pendukung Mursi.

Sebut saja dengan akurat: kudeta

KHALED DESOUKI / AFP Pemimpin militer Mesir, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi.
Namun, pergerakan pasukan militer yang disusul pernyataan keras dari penasihat keamanan Mursi, Essam Haddad, mengungkapkan adanya peran besar yang sedang dimainkan militer di tengah krisis politik Mesir. "Demi Mesir dan untuk akurasi sejarah, sebut saja apa yang sekarang sedang terjadi dengan kudeta militer," ujar Haddad.

Pengambilalihan kekuasaan oleh militer ini menutup sepekan yang mencekam untuk Mursi dan Ikhwanul Muslimin yang merupakan pendukung kemenangan Mursi pada Pemilu 2012. Dukungan untuk Mursi terus dibabat selama empat hari terakhir, diawali dari militer, diikuti kepolisian, menyusul kemudian bahkan media pemerintah.

Pada awal pekan ini, polisi sama sekali tidak mengambil tindakan ketika markas Ikhwanul Muslimin di Kairo dikepung selama 12 jam dan kemudian dibakar oleh massa oposisi. Rabu pagi, Kementerian Dalam Negeri yang membawahi kepolisian menyatakan mereka mendukung militer.

Rabu malam, Mursi diduga berada di kantor Garda Republik di timur Kairo, di bawah perlindungan unit khusus tentara pengamanan presiden. Sementara tentara di luar unit itu mendirikan barikade kawat berduri di sekitar lokasi yang diperkirakan sebagai tempat Mursi berada. Belum dapat dikonfirmasi apakah Mursi akan bebas meninggalkan tempatnya sekarang setelah pengambilalihan kekuasaan ini.

Sementara itu, sepanjang Rabu, Sisi menghabiskan hari dengan pertemuan tertutup yang dihadiri para jenderal kuncinya dan para tokoh agama maupun oposisi. Hadir dalam pertemuan itu antara lain pemimpin oposisi Mohamed ElBaradei, ulama terkemuka Sunni, Sheikh Ahmed Tayeb, dan Koptik Paus, Tawedros II.

Sepanjang Rabu, Sisi tidak menemui Mursi, tetapi sehari sebelumnya mereka berdua telah berbicara berdua selama empat jam soal pembagian kekuasaan. Mursi telah berulang kali mengatakan ia bersedia berbagi kekuasaan dengan lawan-lawannya.

Ketika batas waktu ultimatum militer terlampaui, Mursi pun kembali menegaskan bahwa dia setuju dibentuknya pemerintah persatuan nasional dan menjadwalkan pemilihan parlemen dalam beberapa bulan. Tetapi, Haddad, kepala pembantu Mursi, membuat jelas bahwa presiden itu dalam proses digulingkan dan memperingatkan konsekuensi penggulingan ini.

"Hari ini hanya satu hal hal," tulis Haddad dalam posting Facebook dramatis yang ia nyatakan kemungkinan sebagai catatan terakhir yang dia buat dari kantornya. "Di hari dan zaman ini tak ada kudeta militer yang dapat berhasil menghimpun kekuatan cukup besar tanpa ada pertumpahan darah. Siapa di antara Anda yang siap untuk memikul kesalahan ini?"

Haddad melanjutkan dalam note Facebook-nya, "Masih ada orang-orang di Mesir yang percaya pada hak mereka untuk membuat pilihan demokratis. Ratusan ribu dari mereka telah berkumpul untuk mendukung demokrasi dan presiden. Dan mereka tidak membiarkan serangan ini... "

"Untuk memindahkan mereka, akan ada kekerasan. Ini akan datang dari tentara, polisi, atau tentara bayaran yang disewa. Dalam kata lain, akan ada pertumpahan darah. Dan pesan ini akan beresonansi dengan keras dan jelas di seluruh dunia Muslim:... Demokrasi bukan untuk umat Islam. "


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com