Keputusan Mesir memutus hubungan diplomatik dengan Suriah diumumkan langsung Presiden Muhammad Mursi dalam sebuah rapat raksasa di Kairo, Mesir, Sabtu (15/6). ”Kami hari ini memutuskan untuk memutus total semua hubungan dengan Suriah dan dengan rezim Suriah saat ini,” tutur Mursi di depan rapat raksasa yang digelar para ulama Sunni di Mesir.
Keputusan Pemerintah Mesir itu diambil di tengah maraknya seruan para ulama Sunni di dunia Arab agar kawasan itu mengobarkan ”perang suci” terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad di Damaskus.
Seruan para ulama itu memicu keretakan sektarian yang makin besar dan berbahaya di Timur Tengah.
Presiden Assad dan para pendukungnya diketahui berasal dari kelompok Alawite, yang merupakan cabang dari Syiah. Sementara kubu oposisi yang berusaha menumbangkan rezim Assad sebagian besar berasal dari kelompok Sunni.
Belakangan, perang saudara di Suriah mulai menyeret sejumlah pihak dari luar Suriah. Rezim Assad didukung Iran dan milisi Hezbollah di Lebanon, yang sama-sama Syiah. Sementara negara-negara lain di kawasan yang didominasi kelompok Sunni mendukung oposisi.
”Hezbollah harus pergi dari Suriah. Kata-kata ini serius. Tak ada tempat bagi Hezbollah di Suriah,” kata Presiden Mursi.
Keputusan Mesir ini langsung mendapat reaksi dari Damaskus. Hari Minggu (16/6), Pemerintah Suriah menuduh Mesir telah terjebak dalam konspirasi AS dan Israel untuk memecah belah Timur Tengah. Damaskus juga menuduh Mursi berusaha mengalihkan perhatian rakyat Mesir dari krisis politik internal di negeri itu.
Posisi rezim Presiden Assad makin terjepit setelah Arab Saudi dikabarkan berencana memasok pasukan oposisi Suriah dengan rudal antiserangan udara Mistral buatan Eropa. Kabar itu dimuat majalah Jerman, Der Spiegel, Minggu.