Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angkatan Laut Thailand Diduga Perdagangkan Pengungsi Rohingya

Kompas.com - 14/06/2013, 14:51 WIB

Muncul tudingan bahwa Angkatan Laut Thailand terlibat perdagangan pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kerusuhan antar agama di Myanmar Barat.

Sebelumnya pada tahun ini, Australian Broadcasting Corporation (ABC) mengungkapkan tuduhan para saksi mata bahwa militer Thailand menembaki pengungsi Rohingya yang tiba dengan kapal di daratan Thailand.

Kini ABC melacak pengungsi Rohingya di Malaysia yang menyatakan bahwa mereka dicegat, dipukuli dengan kejam dan kemudian dijual kepada jaringan perdagangan manusia oleh militer Thailand.

Kisah pengungsi Rohingya Zafar Ahmad sangat menyedihkan dan banyak dialami oleh pengungsi Rohingya lainnya. Ia melarikan diri dari kerusuhan antar-agama di Myanmar barat, tapi dalam perjalanan ke Malaysia kapalnya dicegat oleh Angkatan Laut Thailand.

"Angkatan Laut menahan kami dan membawa kami ke sebuah pulau, mereka membawa kami ke hutan, kemudian mengambil pakaian kami sehingga kami hanya mengenakan pakaian dalam .... Mereka memukuli kami dan bertanya mengapa kami datang ke negara itu," katanya. "Beberapa hari kemudian, sebuah kapal lainnya tiba dan orang-orangnya bergabung dengan kami."

Ahmad mengatakan, kedua kapal itu diambil mesinnya, dan berdasarkan kebijakan "menghalau" Angkatan Laut Thailand, lebih dari 200 penumpang kemudian disuruh naik kembali ke kapal, ditarik ke laut dan ditinggalkan.

Satu kapal nampaknya berhasil mencapai Sri Lanka. Kedatangan mereka menjadi headline karena 96 orang meninggal dalam perjalanan akibat kekurangan makanan dan air.

Pada waktu kapal Ahmad kembali ke Thailand, ditarik oleh sebuah kapal nelayan, 12 orang sudah meninggal. Mereka yang tersisa kemudian dijual oleh penduduk desa.

"Penduduk Muslim Thai memberi kami makan ketika kami di hutan, tapi setelah itu mereka menjual kami," katanya.

Tudingan AL Thailand menembak mati pencari suaka

Puluhan ribu orang telah tergusur oleh kerusuhan antara umat Budha dan Muslim di negara bagian Rakhine, Myanmar, dan banyak yang berhasil mencapai Malaysia melalui Thailand.

ABC sebelumnya mengungkapkan dugaan bahwa Angkatan Laut Thailand melepaskan tembakan dan paling tidak dua pencari suaka Rohingya tewas setelah kapal mereka dicegat di lepas pantai Phuket.

Angkatan Laut Thailand membantah menembaki orang yang terjun ke laut dan berenang ke darat, dan juga membantah tudingan lebih jauh bahwa Angkatan Laut menjual orang-orang Rohingya yang tertangkap kepada jaringan perdagangan manusia.

Tapi kini ABC telah melacak sejumlah lagi pria Rohingya yang mengeluarkan pernyataan serupa tentang perdagangan manusia.

"Angkatan Laut memukuli saya sepanjang malam. Kemudian saya diserahkan kepada beberapa orang Thai pada pagi harinya. Saya banyak dipukuli," kata pria Rohingya, Nurul Amin. "Saya kemudian diserahkan lagi kepada jaringan pedagang manusia dan mereka memukuli saya hampir 12 kali."

Seorang pria lainnya, An Sarrulla, mengisahkan cerita serupa. "Angkatan Laut memperbolehkan kami ke pantai, mereka berbicara bahasa Thai, saya tidak mengerti. Kami minta makanan, saya tidak tahu apakah mereka mengerti, tapi mereka malah memukuli kami," katanya.

Amin dan Sarulla adalah pendatang baru di Malaysia.

Jika benar, ini menegaskan bahwa perdagangan manusia yang melibat Angkatan Laut Thailand masih terus terjadi, meskipun pihak berwenang Thailand lagi-lagi membantah.

Pada bulan Maret, Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra menjanjikan penyelidikan tentang perlakuan terhadap para pengungsi Rohingya oleh Angkatan Laut Thailand. Sepengetahuan ABC, tidak pernah ada penyelidikan mendalam yang dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com