Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Orang China di Pedalaman Australia

Kompas.com - 14/06/2013, 02:43 WIB

Terkesan melihat orang China yang pekerja keras, mereka mengontrak orang-orang China selama lima tahun untuk dipekerjakan sebagai penambang emas, penggembala domba, dan tukang, tulis Blainey.

”Benua Kanguru”, yang sebelumnya terdiri atas koloni-koloni Inggris yang masing-masing berdiri sendiri, resmi bersatu menjadi negara federal Australia pada tahun 1901. ”Orang China adalah bagian integral dari komunitas kami,” tutur Peter Hopper yang ditemui di museum kereta api di Bright.

”Mereka adalah pekerja yang ulet,” kata Cathie Hewett, rekan Hopper, ”merekalah yang membangun jalan-jalan ke kawasan pertambangan emas.”

Hopper dan Hewett adalah anggota Bright and District Historical Society, sebuah organisasi pencinta sejarah. ”Walaupun sebagian besar di antara mereka telah pergi, mereka meninggalkan warisan beragam keahlian, seperti tanam-menanam,” kata Hewett.

Pada bulan Juni 2007, organisasi ini merayakan 150 tahun keberadaan orang China di Australia. ”Ada pawai, tarian naga, dan barongsai,” kata Hopper. ”Orang-orang China dari seluruh penjuru Australia datang kemari.”

Di antara orang keturunan China yang tersisa di Bright terdapat nama-nama keluarga, seperti Panlook dan Monshing. ”Monshing bahkan menjadi nama sebuah jalan,” tutur Hopper.

Pada tahun 1865, sebanyak 73 persen penduduk Bright adalah orang China. Mereka memiliki fisik yang kuat. Menurut buku Bright Gold’, banyak di antaranya yang menjadi petani sayur-mayur.

Karena banyaknya orang China, orang kulit putih terkadang merasa terancam. Koran-koran lokal sering memuat berita seputar hal ini, tulis Blainey di buku tersebut.

Seperti di Indonesia

Djin Siauw, seorang tokoh masyarakat Indonesia di Melbourne, mencoba membandingkan komunitas China di Australia dan Indonesia. ”Australia termasuk negara yang relatif muda bagi pendatang dari China dibandingkan dengan Indonesia,” kata Siauw. ”Mereka belum mempunyai adat-istiadat sendiri seperti halnya di Indonesia.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com