JOHANNESBURG, KOMPAS.COM — Nelson Mandela, mantan pemimpin Afrika Selatan, masih berada dalam perawatan intensif, Selasa (11/6), empat hari setelah ia dirawat di rumah sakit karena infeksi paru-parunya kambuh. Mandela yang semakin lemah dilarikan ke rumah sakit di Pretoria, Sabtu lalu. Malam hari itu, kantor presiden Afrika Selatan mengatakan, mantan pemimpin berusia 94 tahun itu dalam "kondisi serius tapi stabil".
Menurut laporan CNN yang mengutip keterangan kantor kepresidenan, Mandela bernapas tanpa alat bantu dan istrinya berada di sisinya. Setelah tidak memberikan perkembangan selama 48 jam, pemerintah mengatakan pada Senin bahwa kondisi Mandela "tidak berubah", tetap "serius tapi stabil".
Salah seorang putrinya, Zenani Dlamini, yang merupakan Duta Besar Afrika Selatan untuk Argentina, telah kembali ke Afrika Selatan agar berada di dekat ayahnya.
Mandela sudah masuk dan keluar rumah sakit dalam beberapa tahun terakhir. Kali ini merupakan yang keempat dalam tujuh bulan terakhir.
Hari Minggu, warga Afrika Selatan melambungkan doa-doa dalam kebaktian mereka di gereja, dan harapan bagi pemulihannya pun tercurah dari seluruh dunia.
Sementara itu, halaman depan harian Sunday Times Afrika Selatan memuat berita berjudul, "Ini saatnya melepas dia pergi." Harian itu mengutip teman lama Mandela, Andrew Mlangeni, yang mengatakan bahwa waktunya mungkin telah tiba bagi warga Afrika Selatan untuk mengucapkan selamat jalan kepada ikon yang dicintai itu.
"Dia telah masuk ke rumah sakit berkali-kali. Cukup jelas bahwa dia dalam kondisi tidak sehat dan ada kemungkinan tidak akan pulih lagi," kata Mlangeni kepada harian itu. "Begitu keluarga merelakannya, rakyat Afrika Selatan akan mengikuti. Kami akan mengucapkan terima kasih, Tuhan, Engkau telah memberi kami pria ini, dan kami akan melepaskan dia juga," kata Mlangeni.
Sejarah penyakit
Presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan itu mendapat perawatan 24 jam, dan rumahnya dilengkapi dengan peralatan medis yang mencerminkan adanya unit perawatan intensif.
Sejarah masalah paru-parunya bermula ketika dia menjadi tahanan politik di Robben Island pada masa apartheid, dan ia telah berjuang melawan infeksi pernapasan selama bertahun-tahun. Tahun lalu, ia menghabiskan liburan Natal dengan menjalani pengobatan untuk infeksi paru-paru dan batu empedu, salah satu masa perawatan rumah sakit terpanjang sejak pembebasannya dari penjara tahun 1990.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.