Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Perlindungan TKI di Singapura

Kompas.com - 11/06/2013, 02:32 WIB

Singapura dengan segala daya tariknya menjadi salah satu negara tujuan bagi tenaga kerja Indonesia, khususnya pekerja sektor informal atau penata laksana rumah tangga. Tahun 2012, jumlah PLRT Indonesia di negara berjuluk ”Kota Singa” itu sekitar 132.653 jiwa atau sekitar 57 persen dari total warga negara Indonesia di sana. Mereka umumnya bekerja dengan nyaman dan bahagia.

Meski demikian, dari ratusan ribu PLRT atau yang biasa disebut pekerja rumah tangga itu selama bekerja juga tak selalu mulus. Sebagian ada yang bermasalah dengan majikan. Bahkan, ada pula yang harus menjalani proses hukum karena tersangkut perkara pidana.

Namun, kisah PLRT di Singapura tak terlalu memilukan sebagaimana yang banyak terjadi di Malaysia, Arab Saudi, atau negara di kawasan Timur Tengah, yang terkadang harus pulang dalam kondisi tak bernyawa.

Tren PLRT yang terkena kasus di Singapura pun cenderung menurun. Pada 2007, rata-rata 150 TKI ditampung di penampungan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura. Kini jumlahnya menurun rata-rata 70 orang yang berada di penampungan. Jumlah kasus yang menimpa PLRT pun relatif rendah, sekitar 1,7 persen dari total PLRT yang ada.

Kuatnya perhatian, komitmen, dan perlindungan dari KBRI kepada TKI merupakan salah satu faktor menurunnya kasus yang menimpa PLRT selain penegakan hukum yang sangat kuat serta perhatian dan perlindungan dari Pemerintah Singapura kepada PLRT asal Indonesia.

”Saya menangis melihat bendera Merah Putih ketika taksi yang mengantar saya tiba di kantor KBRI. Sebab, di sinilah tempat terakhir saya meminta perlindungan. Di sini saya tidak mempunyai siapa-siapa,” kata Rani Azora (21), warga Bengkulu, saat ditemui di penampungan KBRI Singapura, awal Mei lalu di Singapura.

Rani terlibat masalah dengan majikannya pada Maret 2013. Dia tidak mendengar saat majikannya memanggil. Sang majikan marah lalu memukul Rani hingga wajahnya memar. Rani dihukum selama 4 hari tak diberi makan. Pada hari ke-4, saat subuh, dalam kondisi lemas Rani kabur dari rumah majikannya dengan menggunakan taksi ke KBRI. Sang majikan lalu melaporkan Rani ke polisi dengan tuduhan perusakan pintu toilet dan merencanakan pembunuhan.

Pihak KBRI pun memberikan pendampingan kepada Rani dengan menyewa pengacara hingga Rani dibebaskan. Pada Selasa (14/5) lalu yang bersangkutan telah dipulangkan ke kampung halamannya.

Tahun 2012, jumlah PLRT yang meminta perlindungan ke KBRI sebanyak 2.058 orang. Permasalahan mereka terdiri dari 117 kasus hukum, 70 pelanggaran kontrak kerja, dan 1.871 kasus disharmoni dengan majikan.

Upaya penyelesaian telah dilakukan. Sebanyak 1.296 orang dipulangkan, 673 orang bekerja kembali, dan 22 orang diproses kasusnya. Adapun dari Januari-April 2013 terdapat 419 PLRT yang tinggal di penampungan. Kasus mereka pun telah diselesaikan. Sebanyak 199 orang repatriasi dan 144 PLRT lainnya kembali bekerja. Satu bulan kasus disharmoni selesai

”Mereka yang berada di penampungan didata semuanya dengan rinci. Fasilitas dan pelayanan di penampungan disertifikasi ISO (standardisasi mutu). ISO mensyaratkan, dalam satu minggu semua PLRT bisa diidentifikasi kasusnya apakah disharmoni atau tindak pidana.

”Untuk kasus-kasus berat, pendampingan hukum diberikan kepada TKI dengan menyewa pengacara yang dibiayai penuh oleh pemerintah,” ujar Duta Besar Indonesia untuk Singapura Andri Hadi.

Dari tahun 2002-2010, sebanyak 10 kasus ancaman hukum mati TKI di Singapura dapat diselesaikan dengan mendapat pengurangan hukuman. Bahkan, sejak tahun 2010 hingga saat ini tidak ada lagi kasus pidana TKI dengan ancaman hukuman mati. Dari 10 kasus itu, 5 kasus di antaranya berhasil diperjuangkan dari ancaman hukuman mati menjadi penjara seumur hidup. Kasus lainnya menjadi hukuman penjara dengan masa tahanan yang bervariatif, mulai dari 5 sampai 20 tahun.

Sejak 2007, KBRI Singapura juga terus memperjuangkan hak PLRT agar gaji mereka meningkat serta off day, yakni hari libur kerja sekali dalam seminggu. Bagi para majikan yang akan memperpanjang atau memperbarui kontrak dengan PLRT serta majikan yang sebelumnya masih memberi gaji di bawah 450 dollar Singapura, kini ditetapkan gaji minimal 450 dollar Singapura atau sekitar Rp 3,5 juta per bulan. ”Kebijakan ini kami tetapkan meski di Singapura tidak ada ketentuan upah minimum buruh. Sebelumnya PLRT hanya menerima gaji di bawah 450 dollar Singapura. Jika mereka ingin diproses, majikan dan PLRT harus datang ke imigrasi. Jadi, untuk saat ini PLRT yang baru pertama kali teken kontrak akan menerima gaji minimal 450 dollar Singapura,” tutur Andri.

Perlindungan

Menurut Andri, berdasarkan ketentuan dalam ISO pula, setiap perpanjangan kontrak PLRT harus naik gaji minimal 10-20 persen dan persentase jumlah PLRT yang naik gaji harus mencapai minimal 90 persen dari keseluruhan kontrak. Tahun 2012, dari 20.558 kontrak yang diperbarui, sekitar 96 persen PLRT telah mendapat kenaikan gaji.

Selain dari KBRI, Pemerintah Singapura juga memberikan perlindungan kepada PLRT. Sebagai contoh, jika persoalan naik gaji tak disepakati, Pemerintah Singapura tak akan memberikan perpanjangan izin tinggal bagi PLRT.

Pemerintah Singapura juga menegakkan aturan dengan keras. Para majikan di awal perjanjian kontrak harus menyerahkan uang jaminan 5.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 39 juta. Apabila di kemudian hari mereka terbukti bersalah di pengadilan karena melakukan tindak pidana terhadap PLRT, uang jaminan akan disita negara dan selanjutnya majikan itu seumur hidupnya tak boleh lagi menerima PLRT.

”Ada teori yang mengatakan, perlindungan kepada TKI akan baik jika di negara penerima sistem penegakan hukumnya benar-benar baik. Singapura sangat keras dalam menerapkan hukum,” ujar Andri.

Dari perjuangan KBRI bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), di antaranya Foreign Domestic Worker Association for Social Support and Training (FAST) dan Media Transformations Ministry (MTM), Pemerintah Singapura akhirnya mengeluarkan aturan bahwa mulai Januari 2013 PLRT asing, termasuk PLRT asal Indonesia, harus mendapatkan hari libur kerja.

Andri menegaskan, perjuangan menaikkan gaji PLRT dan hari libur kerja itu sebagai bagian dari kegiatan perlindungan WNI di Singapura. Pasalnya, KBRI Singapura pada 29 Juli 2007 telah ditetapkan sebagai proyek percontohan perwakilan pelaksana pelayanan publik atau citizen service (CS).

CS memiliki tiga kegiatan utama, yakni perlindungan WNI, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta peningkatan keterampilan TKI, khususnya PLRT. Pelayanan publik tersebut mendapat sertifikasi ISO 9001:2008. Dari hasil audit ISO pada Februari 2012, KBRI di Singapura dinilai berhasil dan berhak mendapatkan perpanjangan sertifikat ISO hingga 3 tahun ke depan.

Sebagai contoh, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan PLRT, sejak tahun 2009, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja (P3K) KBRI di Singapura memberikan kursus bahasa Inggris, bahasa Mandarin, komputer, salon kecantikan, pendidikan Paket B, Paket C, serta Universitas Terbuka kepada PLRT. Kegiatan dilakukan di Sekolah Indonesia Singapura (SIS).

”Bahkan, mulai tahun ini juga dibuka pelatihan untuk merawat orang jompo (caregiver) sertapelatihan di bidang perhotelan dan pariwisata bersertifikasi internasional. Diharapkan dengan berbagai pelatihan itu, ketika pulang ke Indonesia, PLRT dapat bekerja di sektor formal karena mereka sudah mempunyai keterampilan yang lebih baik,” kata Kepala SIS, Yaya Sutarya.

Presiden FAST Seah Seng Choon mengemukakan, sebagai bentuk pendampingan kepada PLRT asing di Singapura, pihaknya mulai 13 Mei 2013 telah membuka akses di nomor 1800-FDW-HELP atau 1800-339-4357 agar PLRT dapat membicarakan berbagai hal, baik masalah pribadi, kontrak kerja, hari libur, maupun gaji.

Bentuk perlindungan TKI yang mengacu standar ISO sebagaimana yang diterapkan di KBRI di Singapura memang belum tentu bisa diterapkan di KBRI lainnya. Sebab, hal itu juga tak lepas sejauh mana penegakan hukum di negara penerima. Yang tak kalah menentukan adalah keberanian, ketegasan, serta kekuatan diplomasi Pemerintah Indonesia, dalam hal ini KBRI. Namun, yang jelas KBRI di Singapura mampu berbuat dan hasilnya pun dapat dirasakan oleh TKI.(Samuel Oktora)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com