Bandung, Kompas
Hal itu dialami kalangan industri di Jawa Barat yang sejak tahun 2006 kinerjanya terus menurun, seperti dilansir Forum Ekonomi Jawa Barat (FEJ), Jumat (7/6), di Bandung.
FEJ mencatat, sejak tujuh tahun lalu, sekitar seribu industri/ pabrik di Jabar menghentikan operasi atau menurun kinerjanya. Secara nasional, industri yang menurun kinerjanya mencapai 2.000-an.
Pelajaran ini menunjukkan, penurunan kinerja industri yang terjadi tidak semata-mata akibat krisis global tahun 2008 dan 2010 yang masih berlanjut, tetapi juga karena produk Jabar tidak mampu bersaing dengan produk impor. Dampaknya, jumlah tenaga kerja menurun dan makin tumbuhnya sektor informal dan usaha mikro akibat terbatasnya lapangan kerja.
”Jabar merupakan barometer nasional karena lebih dari 50 persen manufaktur nasional ada di Jabar,” ujar Ketua FEJ Jajat Priatna Purwita.
Kontribusi produk domestik regional bruto Jabar tahun 2012 tercatat 14,2 persen atau berada pada urutan ketiga nasional setelah DKI Jakarta (16,20 persen) dan Jawa Timur (14,85 persen). Struktur ekonomi Jabar pada triwulan IV-2012 didominasi sektor industri pengolahan (35,44 persen), perdagangan, hotel dan restoran (24,78 persen), serta pertanian (9,73 persen).
Bagaimana daerah mampu mempertahankan kontribusinya pada ekonomi nasional di tengah tekanan ketidakpastian ekonomi global dan ancaman membanjirnya produk impor lantaran perjanjian kerja sama. Salah satu perjanjian kerja sama yang segera dilaksanakan adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Ahli ekonomi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung Ina Primiana menegaskan, diperlukan sinergitas di antara pengusaha, akademisi, dan pemerintah untuk menghadapi diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 agar tidak terjadi seperti saat ACFTA diterapkan.