Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Dunia sebagai Suaka

Kompas.com - 05/06/2013, 02:43 WIB

Menjalani keseharian, Kostigen menunjukkan, penghematan energi listrik dapat dilakukan dengan mengubah jam. Dengan memundurkan waktu satu jam, orang akan berada di luar rumah satu jam lebih lama. Dia tidak menyalakan lampu rumah sehingga konsumsi energi—yang sebagian besar masih digerakkan batubara—berkurang.

Saat menyaksikan penggundulan rimba Amazon, Kostigen tersadar akan cara-cara manusia mengonsumsi kertas. Mungkin hanya dalam hitungan menit, kertas kita remas dan kita buang. Sebagai catatan, penggunaan kertas per kapita di AS mencapai 1.400 lembar per minggu. Hal itu berarti sekitar 73.000 lembar setahun, ekuivalen hampir sembilan batang pohon per orang (!). Bisa kita hitung, cara kita mengonsumsi kertas.

”Inter-being”

Barang konsumsi, termasuk makanan, tersedia setelah melalui rantai proses produksi yang panjang dan kompleks. Menurut Sudrijanta SJ, setiap benda adalah inter-being. Setiap benda merepresentasikan keberadaan (benda) lainnya.

Saat kita menyia-nyiakan makanan, itu sama artinya dengan menyia-nyiakan segala sumber daya alam yang turut andil dalam proses produksi makanan itu. Juga sama artinya dengan menyia-nyiakan kerja manusia yang ambil bagian dalam rantai produksi, serta memuat ketidakadilan terhadap makhluk lain yang tidak berkesempatan mendapat makanan.

Menurut catatan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), untuk memproduksi 1 liter susu dibutuhkan 1.000 liter air, dan sekitar 16.000 liter air (sekitar 100 tong minyak tanah) untuk membesarkan sapi sebelum dagingnya tersaji dalam satu buah hamburger. Selain itu, transportasi dalam proses produksi sapi, daging, dan roti mengemisikan gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global yang mengakibatkan anomali cuaca dan perubahan iklim.

Fakta lain, produksi makanan secara global menguasai 25 persen lahan yang bisa didiami manusia, membutuhkan 70 persen air bersih, 80 persen deforestasi, dan 30 persen emisi GRK. Proses produksi makanan global menjadi pendorong utama perubahan fungsi lahan dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), setiap tahun 1,3 miliar ton makanan terbuang sia-sia. Di sisi lain, setiap hari satu dari tujuh orang di dunia tidur dengan perut lapar, dan lebih dari 20.000 anak-anak balita meninggal akibat kelaparan.

Tahun ini, UNEP menetapkan tema ”Think.Eat.Save World Environment” sebagai peringatan Hari Lingkungan Sedunia pada hari ini. Pertanyaannya, masihkah kita bertahan dengan gaya hidup tak seimbang dan tak adil itu, yang menghancurkan lingkungan hidup? Kita ditantang mengubah gaya kita mengonsumsi makanan. Kita digugah untuk membuat keputusan tepat guna mengurangi jejak karbon. Dunia, lebih dari sekadar korban eksploitasi, adalah suaka kemanusiaan dan kehidupan seperti diungkapkan filosof lingkungan, Henryk Skolimowski.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com