Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erdogan Tuding Lawan Politik

Kompas.com - 04/06/2013, 02:22 WIB

Kairo, Kompas - Unjuk rasa menentang pemerintahan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan di Turki terus berlanjut hingga Senin (3/6). Protes menentang alih fungsi taman kota di Istanbul itu kini berkembang menjadi ajang adu kekuatan antara pemerintah dan kubu oposisi sekuler.

Erdogan sangat berang terhadap lawan-lawan politiknya setelah ratusan pengunjuk rasa bersikeras bertahan di Taman Gezi, yang bersebelahan dengan Alun-alun Taksim di Istanbul, hingga tuntutan mereka dipenuhi.

Para pengunjuk rasa menyebut Erdogan sebagai diktator dan mencoba menerapkan kebijakan ”islamisasi” di Turki. Dari Istanbul, unjuk rasa meluas ke sejumlah kota besar lain, seperti Ankara, Izmir, dan Adana.

Erdogan sebaliknya bersikukuh akan membangun pusat kebudayaan di Taman Gezi itu. Demikian dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, yang memantau perkembangan Turki dari Kairo, Mesir.

Secara khusus Erdogan menuding lawan politik utamanya, Kemal Kilicdarogu, dan Partai Rakyat Republik (CHP) yang dipimpinnya berada di balik unjuk rasa ini. Erdogan juga menuduh kekuatan asing terlibat dalam kerusuhan di Turki itu.

Erdogan menyebut para pengunjuk rasa sebagai kelompok pengecut. Dia menantang lawan-lawan politiknya dan mengatakan akan memobilisasi massa 10 kali lipat dari massa saat ini.

Pimpinan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa ini menuduh partai-partai oposisi ingin mengambil keuntungan politik dari unjuk rasa itu. ”Apa hubungannya unjuk rasa di Ankara dan Izmir dengan kasus Taman Gezi di Istanbul?” gugat Erdogan.

Oposisi dinilai mencari keuntungan politik setelah gagal mengalahkan AKP lewat pemilihan umum. Erdogan dalam pernyataannya, yang disiarkan televisi Turki, mengatakan, setiap empat tahun digelar pemilu dan pada saat itu rakyat memilih.

Erdogan meminta agar mereka yang menolak kebijakan pemerintah menyampaikan pendapatnya secara demokratis dan konstitusional. Unjuk rasa ini dinilainya sebagai upaya menggembosi perolehan suara AKP pada pemilu 2014. AKP berkuasa di Turki sejak tahun 2002.

Namun, Kemal Kilicdarogu dan CHP menolak keras tuduhan tersebut. Kilicdarogu meminta Erdogan mengambil pelajaran dari aksi rakyat turun jalan itu.

Pesaing kuat

Erdogan dan AKP melihat Kemal Kilicdarogu dan CHP sebagai pesaing kuat. Figur Kilicdarogu yang santun dinilai sebagai antitesis terhadap figur Erdogan yang sering meledak-ledak.

CHP merupakan kekuatan politik kedua di Turki setelah AKP. Pada pemilu parlemen tahun 2011, CHP berhasil meraih dukungan sebesar 25,98 persen suara pada pemilu parlemen. Adapun AKP pada pemilu yang sama mendapat dukungan 49,81 persen suara.

Para analis politik Turki mengatakan, Erdogan dengan jaringan kekuasaannya akan memenangi pertarungan dan para pengunjuk rasa akan bubar secara bertahap. Namun, unjuk rasa itu tercatat sebagai aksi pertama yang berhasil menyatukan kelompok dari berbagai latar belakang ideologi menghadapi musuh bersama, Erdogan dan AKP.

Menurut para analis itu, kasus Taman Gezi merupakan cermin kekuatan berlebihan AKP di parlemen. Dengan dominasi itu, sering kali program AKP dijalankan tanpa mengindahkan lagi pendapat partai oposisi.

Kasus Taman Gezi merugikan citra Erdogan di mata kaum sekuler. Padahal, sebelum ini tidak sedikit warga sekuler itu ikut memberi suara mendukung Erdogan dalam pemilu.

Terkait peran kubu oposisi, para analis politik itu menilai partai-partai oposisi di Turki gagal memberi solusi politik alternatif. Hal ini membuat para aktivis, budayawan, pencinta lingkungan hidup, dan kelompok sosialis kiri bergerak sendiri dengan turun jalan menentang kebijakan pemerintah Islamis pimpinan Erdogan yang kerap tidak terkontrol oleh parlemen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com