Erdogan sangat berang terhadap lawan-lawan politiknya setelah ratusan pengunjuk rasa bersikeras bertahan di Taman Gezi, yang bersebelahan dengan Alun-alun Taksim di Istanbul, hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Para pengunjuk rasa menyebut Erdogan sebagai diktator dan mencoba menerapkan kebijakan ”islamisasi” di Turki. Dari Istanbul, unjuk rasa meluas ke sejumlah kota besar lain, seperti Ankara, Izmir, dan Adana.
Erdogan sebaliknya bersikukuh akan membangun pusat kebudayaan di Taman Gezi itu. Demikian dilaporkan wartawan Kompas,
Secara khusus Erdogan menuding lawan politik utamanya, Kemal Kilicdarogu, dan Partai Rakyat Republik (CHP) yang dipimpinnya berada di balik unjuk rasa ini. Erdogan juga menuduh kekuatan asing terlibat dalam kerusuhan di Turki itu.
Erdogan menyebut para pengunjuk rasa sebagai kelompok pengecut. Dia menantang lawan-lawan politiknya dan mengatakan akan memobilisasi massa 10 kali lipat dari massa saat ini.
Pimpinan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa ini menuduh partai-partai oposisi ingin mengambil keuntungan politik dari unjuk rasa itu. ”Apa hubungannya unjuk rasa di Ankara dan Izmir dengan kasus Taman Gezi di Istanbul?” gugat Erdogan.
Oposisi dinilai mencari keuntungan politik setelah gagal mengalahkan AKP lewat pemilihan umum. Erdogan dalam pernyataannya, yang disiarkan televisi Turki, mengatakan, setiap empat tahun digelar pemilu dan pada saat itu rakyat memilih.
Erdogan meminta agar mereka yang menolak kebijakan pemerintah menyampaikan pendapatnya secara demokratis dan konstitusional. Unjuk rasa ini dinilainya sebagai upaya menggembosi perolehan suara AKP pada pemilu 2014. AKP berkuasa di Turki sejak tahun 2002.
Namun, Kemal Kilicdarogu dan CHP menolak keras tuduhan tersebut. Kilicdarogu meminta Erdogan mengambil pelajaran dari aksi rakyat turun jalan itu.