Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demonstran Turki Tuntut Presiden Mundur

Kompas.com - 03/06/2013, 16:12 WIB

ISTANBUL, KOMPAS.com — Ribuan demontran di Istanbul, Turki, merayakan kemenangan saat polisi menarik diri dari Alun-alun Taksim dalam salah satu demonstrasi terbesar terhadap Pemerintah Turki yang berbasis Islam.

”Pemerintah, mundur!” teriak para demonstran saat polisi antihuru-hara ditarik dari alun-alun di pusat kota yang menjadi pusat demonstrasi ini. Demonstrasi ini telah menyebabkan puluhan orang terluka dan membuat Turki mendapat teguran yang terbilang langka dari para sekutu Barat-nya.

”Kami berada di sini, Tayyip, kamu di mana?” teriak mereka mengejek Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan.

Demonstrasi ini dimulai sebagai protes terhadap sebuah proyek pembangunan pemerintah daerah, yaitu pengalihan fungsi Alun-alun Taksim menjadi pusat perbelanjaan. Protes ini jadi bola salju kemarahan yang meluas yang ditujukan kepada agenda pemerintah yang semakin konservatif dan otoriter.

Kerusuhan telah menyebar ke kota-kota lain di seluruh negeri itu. Di Ankara, polisi memblokade sekelompok demonstran yang berunjuk rasa menuju gedung parlemen dan kantor perdana menteri.

Erdogan menyerukan penghentian segera aksi protes yang diwarnai kekerasan itu dan mengakui kemungkinan beberapa kasus tindakan ekstrem dari pihak kepolisian. ”Saya menyerukan kepada para demonstran untuk menghentikan demonstrasi mereka segera,” kata Erdogan dalam sebuah pidato saat bentrokan berkobar pada hari kedua di Alun-alun Taksim, sebuah lokasi tujuan wisata populer dan situs unjuk rasa tradisional di Istanbul. ”Memang benar bahwa ada beberapa kesalahan tindakan ekstrem dalam tanggapan polisi,” tambah Erdogan.

Kementerian dalam negeri negara itu pun mengatakan akan ada tindakan hukum yang diambil terhadap polisi yang bertindak tidak proporsional.

Akan tetapi, Perdana Menteri Turki itu tetap menantang. Ia bersumpah untuk mendorong rencana kontroversial membangun kembali Alun-alun Taksim yang ikonik itu, sebuah rencana yang telah memicu protes itu.

”Namun, perjuangan kami belum berakhir,” kata seorang mahasiswa hukum berusia 19 tahun, Batuhan Kantas, yang duduk kelelahan di alun-alun itu. ”Kami masih diperintah oleh seorang perdana menteri yang berpikir rakyat merupakan domba dan (ia) menyatakan dirinya sultan.”

Pihak berwenang mengatakan, belasan orang telah dirawat di rumah sakit, tetapi Amnesty International mengatakan lebih dari 100 pengunjuk rasa dilaporkan terluka dalam bentrokan itu.

”Kami telah menjadi korban bentrokan,” kata Ataman Bet (33) sambil menyapu kaca yang hancur di luar kedai kopi kecilnya di dekat Taksim. Dia mencatat bahwa para pengunjuk rasa berasal dari seluruh spektrum politik, bahkan termasuk beberapa pendukung Erdogan. ”Orang-orang marah, saya sangat bangga dengan mereka,” katanya, yang menyebut kerusakan tokonya merupakan ”pengorbanan yang diperlukan”.

Bentrokan berkecamuk pada malam hari, dengan ribuan orang berbaris melalui kota itu. Ada yang memukul pot-pot dan wajan saat warga berteriak memberikan dukungan dari jendela. Yang lain mengangkat kaleng-kaleng bir sebagai perlawanan terhadap undang-undang alkohol yang baru, yang akan menimbulkan pembatasan penjualan dan iklan alkohol. Keberadaan undang-undang itu dipandang oleh para kritikus sebagai tanda terbaru bahwa negara itu menuju ke konservatisme.

”Mereka ingin mengubah negara ini menjadi negara Islam. Mereka ingin memaksakan visi mereka sambil berpura-pura menghormati demokrasi,” kata salah seorang pengunjuk rasa di Istanbul yang menolak untuk memberitahukan namanya.

Pemerintahan populis Erdogan telah dituduh sedang berusaha untuk membuat negara berpenduduk mayoritas Muslim tetapi sekuler itu menjadi lebih konservatif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com