Unjuk rasa besar-besaran di Turki itu awalnya merupakan aksi protes atas rencana pemerintah mengalihkan fungsi taman kota di Alun-alun Taksim di pusat kota Istanbul menjadi tempat pusat kebudayaan dan kompleks perbelanjaan. Taman kota itu bernama Taman Gezi.
Unjuk rasa terbatas semula digerakkan para aktivis pencinta lingkungan dan kelompok kiri. Mereka meminta Pemerintah Turki memelihara pepohonan di taman itu dan tetap menjadikan Taman Gezi sebagai taman terbuka hijau. Demikian dilaporkan wartawan Kompas,
Gerakan aktivis lingkungan dan kelompok kiri itu segera mengundang polemik politik antara kubu pemerintah dan kubu oposisi. Perdana Menteri Erdogan semula bersikeras akan melanjutkan proyek alih fungsi taman itu.
Warga Istanbul dari berbagai latar belakang ideologi dan partai politik kemudian bersatu turun ke jalan menolak keras rencana itu.
Unjuk rasa itu kemudian menjalar ke kota besar lain di Turki, seperti Ankara, Izmir, dan Qoneya. Aksi demonstrasi itu segera beralih dari sekadar protes atas pengalihan fungsi Taman Gezi menjadi tuntutan agar pemerintahan Erdogan segera mundur.
Ini merupakan unjuk rasa terbesar yang dihadapi Erdogan sejak berkuasa pada tahun 2003.
Sebagian dari pengunjuk rasa yang berasal dari kubu sekuler bahkan menuduh pemerintahan Erdogan melakukan proyek ”islamisasi” di Turki. Erdogan, misalnya, baru-baru ini mengeluarkan kebijakan pembatasan penjualan minuman beralkohol di Turki.
Minuman beralkohol dilarang diperjualbelikan di atas pukul 22.00 serta di tempat-tempat dekat rumah ibadah dan sekolah. Meminum minuman beralkohol di tempat-tempat umum juga dilarang.