Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Myanmar Masih Jaga Jarak

Kompas.com - 01/06/2013, 03:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Myanmar dinilai masih menjaga jarak dan enggan meminta bantuan negara-negara tetangga dekatnya sesama anggota ASEAN dalam upaya menuntaskan berbagai persoalan dalam negerinya, terutama konflik sektarian dan komunal yang terjadi saat ini.

Keengganan itu muncul karena selama dua dekade terakhir, ASEAN kerap bersikap keras terhadap Myanmar. Seperti negara-negara lain di dunia, ASEAN sering mengkritik keras Myanmar ketika negeri itu belum mereformasi diri dan berada di bawah junta militer.

Padahal, ASEAN, terutama Indonesia, punya banyak pengalaman yang bisa dibagi dengan Myanmar, termasuk dalam hal penanganan kerusuhan sektarian ataupun komunal, seperti yang pernah terjadi di Poso, Ambon, dan Aceh.

Penilaian itu disampaikan Direktur Kawasan Asia Center for Humanitarian Dialogue, Michael Vatikiotis, Jumat (31/5), saat berbicara di diskusi bertema ”Perdamaian dan Konflik di Kawasan Asia Pasifik: Tren dan Upaya Mitigasi” di Jakarta.

”Dalam perspektif Myanmar, ASEAN dalam dua dekade terakhir selalu mengkritisi mereka walau sekarang mereka dilibatkan dan bakal menjadi ketua ASEAN. Namun, hal itu telanjur membuat kondisi jadi sulit,” ujar Vatikiotis.

Kesan seperti itu, menurut Vatikiotis, sangat tampak ketika ia dan organisasinya mendatangkan sejumlah perwakilan dari Indonesia dan Filipina ke Myanmar untuk berbagi pengalaman menangani konflik di negara masing-masing.

”Hal paling relevan untuk dibagi adalah pengalaman Indonesia menyelesaikan persoalan sejenis, baik komunal maupun sektarian, dengan menggunakan dialog,” ujar Vatikiotis.

Ia menilai peran Indonesia akan lebih mendukung jika pendekatan dilakukan kalangan masyarakat sipil, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, atau dari kalangan agama Kristen, selain pendekatan antarpemerintah.

”Mereka bisa belajar, misalnya, bagaimana dahulu Indonesia menangani konflik di Poso, termasuk dengan Perjanjian Malino, atau dalam konflik Ambon. Berbagi pengalaman jauh lebih efektif dan Myanmar bisa melihat sendiri kesamaan mereka dengan Indonesia, sama-sama negara plural,” kata Vatikiotis.

Diberi keleluasaan

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan agar militer dan kepolisian Myanmar diberi keleluasaan menerapkan berbagai langkah upaya mengembalikan ketertiban dan keamanan.

Militer dan aparat keamanan jangan terlalu cepat dinilai bertindak brutal dan penuh kekerasan ketika mereka diturunkan untuk mengembalikan kondisi aman.

Seperti juga pernah terjadi di Indonesia pascareformasi, tambah Vatikiotis, militer Indonesia sempat mengalami dilema ketika di satu sisi kehadiran mereka diperlukan, sementara di sisi lain masyarakat masih menilai mereka atas kesalahan di masa lalu.

Sementara itu, ribuan warga minoritas di Lashio, Negara Bagian Shan, Myanmar, dilaporkan masih mengungsi ke biara-biara dengan penjagaan ketat aparat keamanan.

Tentara mengerahkan kendaraan-kendaraan mereka untuk mengangkut para pengungsi yang ketakutan itu. Para biarawan juga ikut membantu menyediakan makanan bagi para pengungsi yang berbeda agama itu.(AP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com