Dengan perkembangan teknologi, kini iklan di media luar ruang yang banyak menggunakan layar TV plasma raksasa makin memapar khalayak dengan stimulus subliminal, yaitu rangsangan sensorik yang berada di bawah ambang persepsi kesadaran. Baliho iklan Camel Man dan Joe Camel yang dituturkan Brandt tadi sebenarnya sudah memakai pendekatan ini.
Kajian SJ Brooks dan kawan-kawan yang dimuat di jurnal Neuroimage Volume 59 (Februari 2012) yang menelaah kajian functional Magnetic Resonance Imaging menunjukkan bahwa stimulus sunbliminal mengaktivasi daerah-daerah spesifik di otak di luar kesadaran orang yang diteliti. Stimulus visual berkejap dengan cepat sebelum seseorang dapat memprosesnya.
Cecaran iklan, promosi, dan sponsorship rokok tanpa disadari telah memersuasi masyarakat khalayak sehingga muncul kesadaran palsu ataupun simulakra bahwa rokok adalah produk legal yang tidak perlu diatur-atur. Kondisi inilah yang terjadi di Indonesia, hanya penundaan beberapa dekade terhadap apa yang terjadi di AS.
Rokok pun, utamanya rokok kretek, dikonstruksikan sebagai warisan budaya bangsa yang harus dilestarikan dan dilindungi pemerintah, serta dibela para perokoknya. Lihat saja iklan dan baliho salah satu merek rokok yang mendaku rokok kretek sebagai mahakarya bangsa Indonesia yang ingin disejajarkan dengan wayang, keris, batik, dan Candi Borobudur. Propaganda yang menafikan akal sehat, tetapi tidak sedikit pendukungnya. Sampai-sampai jaringan aktivis di Kota Yogyakarta yang menginginkan kotanya bebas dari habitus merokok sembarang kini malah disomasi.
Itulah ironi dan tragedi ketika Indonesia pada 31 Mei lusa akan ikut memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang bertema ”Lindungi Generasi Bangsa dari Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok”.