Aktivis setempat menyebutkan, penembakan itu memicu
”Kami membakar mobil-mobil dan melempari polisi. Namun, itu hal bagus sebab dengan begitu orang tahu bagaimana kondisi Husby sebenarnya. Hanya dengan cara ini kami akan didengar,” tutur pemuda perusuh yang menggunakan nama samaran Kim. Umumnya, pelaku kerusuhan itu berusia 12-17 tahun dan berkelompok 5 sampai 100 orang.
Rami al-Khamisi, mahasiswa jurusan hukum dan pendiri Organisasi Pemuda Megafonen, mengaku kepada sebuah surat kabar lokal Swedia bahwa dirinya mengalami pelecehan rasial dari seorang polisi, pekan lalu. Para pemuda yang tergabung dalam kelompoknya dipanggil dengan sebutan ”monyet”. Hal itu makin membakar kebencian pemuda imigran.
Menanggapi ini, Menteri Keadilan Swedia Beatrice Ask meminta siapa pun yang merasa diperlakukan tidak semestinya oleh polisi untuk membuat laporan resmi.
Tidak hanya di Husby,
Pada 2012, Swedia menerima 44.000 pencari suaka. Angka itu lebih tinggi 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Para pencari suaka itu umumnya berasal dari negara-negara yang dilanda perang, seperti Irak, Somalia, bekas Yugoslavia, Afganistan, dan Iran.
Sekalipun para imigran mudah memasuki Swedia, mereka kesulitan memahami bahasa Swedia dan sulit memperoleh pekerjaan akibat pendidikan yang rendah. Akibatnya, terjadi kesenjangan kualitas kehidupan antara imigran dan penduduk asli Swedia.
”Pemerintah mungkin perlu menginvestasikan anggaran yang besar bagi generasi kedua dan ketiga dari para imigran ini sehingga mereka bisa belajar bahasa Swedia. Para orangtua mereka, sayangnya, tergolong generasi yang gagal dalam proses integrasi,” papar Aje Carlbom, ahli Antropologi Sosial di Universitas Malmo.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.