Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertemu Maori di Kebun Kiwi

Kompas.com - 16/05/2013, 13:13 WIB

JEJAK kebudayaan Maori masih tersisa di tengah kehidupan modern Selandia Baru. Jejak peradaban yang membuat orang Indonesia tidak terlalu asing di ”Negeri Kiwi” itu. Jangan marah jika orang Maori memelototkan mata kepada Anda. Jangan pula tersinggung jika mereka menjulurkan lidah seolah mengejek. Itu bagian dari tarian Haka sebagai sambutan ramah kepada tamu di Selandia Baru, termasuk tamu yang berkunjung ke Kiwi 360, semacam taman buah, di kota Bay of Plenty.

Salah seorang penari Haka berdarah Maori menjelaskan dulu bahwa Haka adalah tarian perang. Tarian itu digelar untuk menantang dan memprovokasi lawan sebelum berperang agar lawan berkecil hati sebelum berlaga. Kini Haka telah berubah menjadi tarian hiburan, termasuk tarian untuk menyambut tamu—baca turis. Kita bisa berfoto dengan penari dalam pose menjulurkan lidah atau memelototkan mata. Anda juga boleh ikut melotot dan melet, kalau mau.

Dalam bentuk yang masih bersuasana ”perang”, Haka saat ini dipertontonkan sebelum tim sepak bola atau rugby Selandia Baru bertanding. Lebih sebagai pemompa semangat berlaga, selain sebagai hiburan penonton di lapangan. Itulah cara Selandia Baru menginikan sisa peradaban Maori di tengah kehidupan modern.

Dari Waiheke ke Way Kambas

Bangsa Maori datang dari Polinesia Selatan ke wilayah yang sekarang dikenal sebagai Selandia Baru itu pada masa tahun 1.250-1.300.

Sementara bangsa Eropa datang ke Selandia Baru 500 tahun kemudian. Warga keturunan Maori kini berjumlah sekitar 620.000 orang atau 15 persen dari total populasi penduduk Selandia Baru yang berjumlah 4,5 juta orang.

Jejak peradaban Maori masih terlihat pada nama-nama tempat di Selandia Baru. Di samping nama berbau Eropa, seperti Wellington atau Auckland, ada juga punya nama khas Maori, seperti Taurangga, Maunganui, Kati-Kati, Matiatia atau Waiheke.

Ada nama-nama yang mengingatkan pada nama daerah di Lampung. Coba bandingkan Waiheke, Waikato, Waitomo, Waitemata, Waitakere dengan nama tempat di Lampung seperti Way Kambas, Way Seputih, dan Way Halim.

Ternyata ada kemiripan makna. Wai dalam bahasa Maori berarti air. Way dalam bahasa Lampung juga tak jauh-jauh dari pengertian air, sungai. Waiheke, nama pulau di sebelah utara kota Auckland, misalnya, artinya air yang tumpah meruah. Sementara Waikato, nama daerah di bagian utara Selandia Baru, artinya air yang mengalir.

Rumpun bahasa Polinesia Selatan memang ada sedikit persentuhan dengan rumpun bahasa Malayo Polinesia, termasuk di antaranya bahasa Melayu, Jawa, dan Tagalog. Bahasa Jawa warih yang berarti air adalah salah satu tanda persentuhan itu. Ingat pula Hawaii dengan Pantai Waikiki-nya yang artinya air menyembur.

Beberapa bilangan atau angka dalam bahasa Maori ada kemiripan dengan bahasa Jawa dan Tagalog. Misalnya rua untuk dua, toru yang mirip kata telu atau tilu. Lantas rima untuk lima. Whitu untuk pitu (tujuh) dalam bahasa Jawa. Serta waru, untuk delapan yang mirip bahasa Jawa wolu.

Satu lagi kemiripan kosakata itu pada kata mate dalam bahasa Maori yang artinya mati. Bahasa itu yang menjadikan Maori dan Selandia Baru terasa tidak asing dengan turis Melayu.

Dari gunung ke pulau

Nama-nama tempat dari bahasa Maori itu telah menyatu dengan kehidupan modern Selandia Baru. Maunganui, misalnya, adalah nama kota kecil sekaligus nama gunung ”kecil” di kawasan wisata pantai di Bay of Plenty. Cuma setinggi 232 meter dan berdiri persis di tepi pantai, Gunung Maunganui bisa didaki

dalam waktu satu jam. Orang setempat menggunakan gunung kecil tersebut untuk jogging. Mereka biasanya lari dari pantai ke gunung. Ada track atau jalur khusus yang nyaman untuk pejalan kaki. Dari ketinggian gunung kecil itu, kita bisa melihat panorama laut dan kota.

Duduk di bangku di pinggir pantai, kita bisa memanggil burung camar (seagull) yang jinak. Banyak keluarga mengajak anak-anak mereka untuk memberi makan burung camar yang hidup bebas tanpa diganggu.

Ada pula Waiheke, pulau yang berjarak 18 kilometer di sebelah utara Auckland. Pulau ini bisa ditempuh dengan feri selama 30 menit dari Dermaga Devenport, di keramaian kota Auckland. Terletak di Teluk Hauraki, perairan menuju Waiheke termasuk tenang, tidak berombak besar.

Pulau ini dikenal sebagai perkebunan zaitun dan anggur. Kita bisa melihat tanaman zaitun dipetik dan diolah menjadi virgin oil dan produk turunan lain di Rangihua Estate.

Anda juga bisa menikmati anggur buatan Mudbrick yang dipetik dari kebun anggur di pulau itu. Sambil menikmati hidangan di ruang terbuka, kita bisa menikmati panorama laut. Dan nun jauh di sana tampak kota Auckland, termasuk menara Sky Tower yang menjulang dan menjadi penanda kota. Pesohor seperti Lady Gaga dan Taylor Swift pernah pelesiran di pulau ini. (Frans Sartono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com