Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukses Berusaha Tanpa Gelar Sarjana

Kompas.com - 12/05/2013, 18:37 WIB
L Sastra Wijaya

Penulis

KOMPAS.com — Menghabiskan waktu 3-4 tahun di universitas merupakan penyia-nyiaan waktu dan biaya, demikian pendapat beberapa warga muda Australia yang memilih "berkarier" dibandingkan belajar.

Mereka beranggapan bahwa pengalaman hidup tidak bisa didapat dari bangku kuliah, dan di negeri seperti Australia dan banyak negara maju lainnya, kuliah juga berarti mereka harus berutang kepada negara.

Di Australia rata-rata utang mahasiswa adalah sekitar 15.200 dollar (sekitar Rp 152 juta), dan diperlukan waktu 8,3 tahun untuk membayar kembali utang-utang tersebut. Gelar sarjana hanya diperlukan untuk profesi seperti kedokteran atau hukum.

Berikut profil beberapa warga muda Australia berusia 20-an tahun yang sudah sukses di bidang mereka tanpa menggenggam gelar sarjana, seperti ditulis oleh news.com.au.

Wiraswasta Mick Spencer baru berusia 22 tahun, dan sekarang memiliki bisnis penjualan pakaian olahraga dengan omzet lebih dari 1 juta dollar (sekitar Rp 10 miliar) per tahun. Spencer memulai bisnis bernama OnTheGo di usia 18 tahun dari garasi di rumahnya, ketika dia masih mahasiswa, dengan modal 180 dollar (Rp 1,8 juta). Dia tidak melanjutkan kuliahnya di semester kedua.

"Ketika itu, saya sedang mendengarkan kuliah bisnis internasional, dan saya sedang kontak dengan perusahaan saya di China lewat laptop, dan saya tidak sependapat dengan apa yang dikatakan dosen tersebut," kata Spencer.

Bisnisnya sekarang sudah memasuki tahun keempat, dan dia memiliki tujuh karyawan penuh waktu di Australia dan lima orang di China dan Hongkong. Berbicara dari kantornya di Shenzhen, China, Spencer mengatakan, dia tidak memiliki kesabaran untuk menyelesaikan kuliahnya.

"Saya tidak mau duduk di bangku kuliah dan mendapatkan gelar dan baru bekerja setelah empat tahun," katanya.

"Saya pernah mengalami masalah jantung dua kali, yang pertama di usia 19 tahun hampir membuat saya meninggal. Jadi secara pribadi ini membuat saya harus berpikir di luar konvensi normal."

Spencer juga mengatakan dia pernah menjalani gaya hidup di kampus selama seminggu dan menyadari itu tidak cocok untuknya. "Saya tidak pernah mau berpesta selama beberapa malam, bangun telat, dan kemudian kuliah."

Namun, Spencer juga mengatakan tidaklah berarti semua orang harus meninggalkan bangku kuliah. "Saya mempekerjakan mereka yang punya gelar sarjana, tetapi saya pikir universitas juga harus mengajarkan sesuatu yang lebih praktis sehingga memberikan mahasiswa pengalaman lebih nyata," kata Spencer.

Pemilik franchise Amy Cobley mulai bekerja di Domino Pizza, ketika berusia 14 tahun dan masih bersekolah. Ketika dia meninggalkan sekolah di kelas 11, dia bekerja penuh waktu. Di usia 17 tahun, dia menjadi manajer toko dan di usia 19 tahun membeli franchise Domino bersama mitra bisnisnya yang berusia 23 tahun, yang juga tidak melanjutkan kuliah. Sekarang Cobley sudah memiliki rumah sendiri.

"Semua ini memberikan saya kesempatan. Saya sudah mengunjungi Afrika dan Amerika. Karena saya sudah punya penghasilan, jadi stres saya berkurang ketika bepergian," kata Cobley. 

"Beberapa orang yang saya kenal punya gelar sarjana, tetapi susah mencari kerja."

Namun, memiliki usaha sendiri juga banyak tantangannya. "Kehidupan sosial lebih sedikit. Susah untuk bertemu teman, ataupun keluar malam pada Jumat atau Sabtu karena justru bisnis pizza sedang ramai-ramainya di kedua hari tersebut."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com