Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andaikan Tidak Ada Sekat-sekat Ras

Kompas.com - 10/05/2013, 08:10 WIB

Oleh: SIMON SARAGIH

Amir (21), seorang mahasiswa beretnis Melayu, setia duduk di markas koalisi oposisi Pakatan Rakyat di Merchant Square, Damansara, Kuala Lumpur, hanya untuk menyaksikan penghitungan suara hasil pemilu melalui layar televisi. "Saya berdebar menantikan hasil pemilu ini,” kata pemuda yang mengaku sebagai pendukung Pakatan Rakyat itu.

Namun, Amir dan semua pendukung Pakatan Rakyat langsung lesu dan lemas ketika pada pukul 01.00, Senin (6/5), Komisi Pemilu Malaysia mengumumkan kemenangan kubu koalisi pemerintahan Barisan Nasional (BN).

Pengumuman itu diperkuat lagi dengan pidato kemenangan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.

BN memperoleh 133 kursi di parlemen pusat, padahal hanya dibutuhkan 112 kursi untuk menentukan siapa yang berhak memerintah.

Pihak oposisi lemas, tetapi tidak patah semangat. Pemimpin kubu oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, langsung menggelar jumpa pers untuk memaparkan kecurangan dalam pemilu dan sistem pemilu.

”Ah, biarkan mereka seperti itu. Mereka memang akan menyatakan ada kecurangan jika mereka kalah,” kata Zamaluddin Jarjis, salah satu anggota Dewan Tertinggi Organisasi Nasional Melayu Bersatu, motor utama BN.

Namun, sikap kukuh atas kemenangan BN itu tidak menghentikan kegamangan di pihak pemenang. Najib tidak hanya sekali menyerukan seruan rekonsiliasi. Bagi dia, rekonsiliasi adalah hal penting demi stabilitas negara.

Kegamangan dan ketidakpastian, bagaimanapun, untuk sementara ini telah mendera Malaysia. Ada keinginan agar masalah segera selesai agar Anwar menerima tawaran rekonsiliasi.

Ini susah. Mengapa? Rizal (34), penjaga toko di kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur, menyatakan, Malaysia harus berubah. Persepsi di Malaysia memperlihatkan keinginan berubah.

Apa yang sebenarnya mereka inginkan? Sebagian warga Malaysia, terutama mereka yang hidup di perkotaan dan memiliki pendidikan dan pendapatan tinggi, rasanya sudah bosan dengan status quo.

Mereka ingin negara yang tak lagi mendasarkan kebijakan pada keberpihakan terhadap warga etnis Melayu. Mereka bosan kepada pers yang terkendali dan BN yang terlalu kuat. Mereka bosan terhadap rumor tentang korupsi.

Meski harus diakui pula bahwa, sejak negara itu merdeka tahun 1957, semua kelompok etnis di Malaysia merasakan dampak positif pembangunan yang dimotori BN.

Ketimpangan masa lalu masih menjadi akar masalah politik di Malaysia. Sepeninggal penjajah Inggris, Malaysia didera ketimpangan yang kemudian menghantui perjalanan politik mantan PM Mahathir Mohamad.

Malaysia pernah didera aksi huru-hara pada 1969 dan 1972. Waktu itu, warga memprotes ketimpangan karena warga etnis China kaya, sedangkan kaum pribumi miskin melarat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com