Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerry dan Putin Bahas Suriah

Kompas.com - 08/05/2013, 02:24 WIB

Moskwa, Selasa - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin, Selasa (7/5), di Moskwa. Kerry ingin mengurangi perbedaan tajam terkait dengan konflik Suriah dan membujuk Putin agar lebih banyak menekan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Perjalanan Kerry ke Rusia ini yang pertama baginya sejak menjabat pemimpin tertinggi diplomat AS, Februari lalu. Lawatan ini juga menjadi salah satu misi diplomatiknya yang paling dinantikan dalam menyelesaikan perang saudara di Suriah.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), konflik Suriah, yang berjalan lebih dari dua tahun, telah menewaskan lebih dari 70.000 orang. Bahkan, organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), yang memiliki jaringan aktivis lapangan di Suriah, menyebut, korban tewas lebih dari 120.000 orang.

Meski demikian, perang terus berjalan. Pasukan Assad dan oposisi saling membunuh dan rakyat sipil menjadi korban terbanyak. Washington berulang kali mendesak Moskwa, sekutu paling berpengaruh atas Assad, untuk segera mengakhiri kekerasan mematikan di Suriah. AS juga menuding Kremlin terus memasok senjata bagi rezim Assad.

Kunjungan Kerry itu juga bertepatan dengan peringatan satu tahun pemerintahan Putin untuk masa jabatan yang ketiga. Kepemimpinan Putin ini digembar- gemborkan sebagai era baru ”hubungan yang dingin” antara Moskwa dan Washington.

Pertikaian kepentingan

Konflik Suriah mungkin menjadi agenda utama pertemuan Putin dan Kerry. Selama ini Moskwa dan Washington berada dalam posisi saling bertentangan dalam menyikapi konflik Suriah. Rusia mendukung Assad, sedangkan Barat, termasuk AS, mendukung oposisi.

Konflik Suriah menjadi titik pertarungan kepentingan. Kedua kubu terkesan tidak ambil pusing meski puluhan ribu orang tewas.

Setelah bertemu Putin, Kerry akan bertemu Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

”Saya tidak tahu apakah kita akan mendapatkan kesepakatan atau tidak. Tetapi, kita cukup berharga untuk menguji dan mencoba menemukan beberapa upaya ke depan,” kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com