Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Papua, Sebuah Noktah Sejarah

Kompas.com - 06/05/2013, 02:14 WIB

Pasal 45 tentang penegakan HAM, misalnya, mengamanatkan pembentukan perwakilan Komisi Nasional HAM, pengadilan HAM, serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun, sudah lebih dari satu dasawarsa belum juga terbentuk.

Harapan agar otonomi khusus membuat pembangunan di Papua berjalan sesuai kondisi ekonomi serta sosial dan budaya rakyat Papua sirna. Masih banyak kemiskinan, kebodohan, kesehatan yang buruk, ketidakadilan, dan trauma akibat kekerasan (K5). Bahkan, di antara mereka tersandera stigma separatisme.

Maka, negara harus menghilangkan rasa takut, khususnya pada rakyat Papua, agar kontrak sosial kebangsaan yang kita sepakati bersama menuju format Indonesia Baru yang lebih demokratis, lebih adil, dan taat hukum dapat terwujud.

Mengutip Benedict Anderson (1991), bangsa adalah suatu komunitas politis yang anggotanya tidak saling mengenal. Namun, dalam benak setiap orang, terpatri bayangan tentang kebersamaan yang dipahami sebagai suatu kesetiakawanan yang luas.

Melawan K5

Komitmen di Papua dewasa ini adalah melawan K5 secara damai, melalui dialog antara Jakarta-Papua. Penulis berharap keinginan rakyat Papua merajut Papua tanah damai melalui dialog nasional diterima semua pihak sebagai solusi bermartabat.

Kita tidak boleh lupa, banyak orang Papua ikut berjuang membebaskan Papua dari penjajahan Belanda, seperti Silas Papare, Martin Indey, dan Frans Kaisiepo. Alangkah ironisnya melihat anak-anak dan cucu-cucu para pejuang Merah Putih, yang lahir setelah Pepera (1969), dengan suara lantang melawan pemerintah.

Mengapa? Karena negara gagal mengindonesiakan orang Papua dari sejak awal integrasi dan selama 50 tahun kebersamaan. Pendekatannya hanya NKRI ”harga mati”, tidak pernah ada pendekatan humanis untuk merebut ”hati” dan ”pikiran” orang Papua. Menurut penulis, hakikat kebangsaan Indonesia adalah menyatunya hati dan pikiran sebagai warga negara yang dihormati dan dihargai dalam NKRI. Oleh karena itu, perspektif Jakarta yang selalu melihat Papua dengan penuh kecurigaan harus diganti dengan kepercayaan.

Harga hidup

Kita kobarkan slogan NKRI ”harga hidup”, yang akan menjadi ”berkah hidup” bagi rakyat Indonesia dari Merauke hingga Sabang. Pemerintah telah berhasil menyelesaikan konflik Aceh melalui dialog damai dan kita yakini Papua juga dapat diselesaikan melalui cara yang sama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com