Informasi tersebut diungkapkan oleh Gedung Putih, Kamis (25/4), merujuk laporan intelijen Amerika Serikat (AS). Agen-agen menyimpulkan dengan ”berbagai tingkat keyakinan” bahwa rezim Assad sudah dua kali menggunakan senjata kimia dalam perang saudara di negaranya itu.
Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan, intelijen AS yakin rezim Assad telah menggunakan senjata kimia. Dalam lawatan ke Uni Emirat Arab, Hagel mengatakan bahwa militer Suriah telah memakai gas sarin dalam ”skala kecil”. Dia tak merinci di mana dan kapan zat perusak saraf itu dipakai.
Pernyataan Hagel itu muncul dua hari setelah petinggi militer Israel menuding tentara Suriah menggunakan gas sarin beberapa kali. Dalam konferensi keamanan di Jerusalem, Brigadir Jenderal Itai Brun memaparkan bukti foto para korban yang mulutnya berbusa, pupil mengecil, dan gejala-gejala lain yang tidak spesifik.
Pengungkapan itu akan memusingkan Presiden AS Barack Obama. Dia sebelumnya mengultimatum bahwa isu penggunaan senjata kimia adalah sebuah ”garis merah” yang tak boleh dilanggar oleh Assad.
Jika kini isu itu menguat dan ada beberapa indikasi tentang kemungkinan penggunaan senjata yang mematikan oleh Assad, Washington semestinya mengambil tindakan nyata.
Meski demikian, Obama masih membutuhkan bukti-bukti pendukung yang kuat, valid, obyektif, dan pasti sebelum mengambil satu tindakan tegas terhadap rezim Damaskus.
”Mengingat ada hal yang kita pertaruhkan dan telah kita petik dari pengalaman, penilaian intelijen belum cukup. Diperlukan data yang kredibel dan fakta yang kuat sebagai pedoman pengambilan keputusan,” kata Direktur Kantor Urusan Legislatif Gedung Putih Miguel Rodriguez.
Saat ini, AS masih tetap fokus pada pemberian bantuan peralatan militer yang tidak mematikan atau nontempur kepada kubu oposisi Suriah. AS telah meningkatkan dua kali lipat bantuan peralatan tak mematikan.