Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Boston, Ketika Lakon Bersandar pada Mungkin

Kompas.com - 24/04/2013, 02:02 WIB

Oleh Lea Pamungkas

Ada kalanya peristiwa dunia bersandar pada “mungkin”.  Awalnya adalah karena mereka membawa ransel di punggung pada lomba marathon. Kedua, konon mereka tidak tampak panik kala dua bom meledak, Selasa pekan lalu di Boston. Lebih lagi, mungkin,  karena wajah mereka, wajah kaum migran. Dan mungkin karena beretnik  Chechchen yang Muslim. Lalu kamera merekam perilaku, dinas intelijen dan polisi dituntut untuk segera membuktikan pelaku pengeboman. Segera muncul dua nama Tamerlan Tsarnaev (26), dan Dzhokhar Tsarnaev (19) asal Kyrgystan Pegunungan Kaukasus.

Sehari penuh antara Jumat hingga Sabtu subuh (20/4), perburuan atas dua anak muda ini dilakukan. Lewat TV CNN yang meliput menit demi menit, terlihat ratusan elit intelijen, penjinak bom, dan polisi lokal menjarah dari rumah ke rumah. Seperti permainan kucing dan tikus, bahkan toilet-toilet penduduk setempat pun dimasuki satuan penjinak bom. Tamerlan dan Dzhokhar--kendati dalam status tertuduh, disebut sebagai orang yang paling berbahaya di AS. Tiba-tiba. Dalam waktu dua hari.

Penduduk Boston, yang masih jeri dengan Tragedi 11/9, dilarang ke luar rumah. Ini situasi gawat militer. Boston seketika berada dalam situasi perang. Siapa yang berperang, siapa melawan siapa. Tidak jelas. Mungkin, lebih pada pikiran, dan kecemasan.  Suara tembakan baru terdengar tatkala Tamerlan terkapar.


“Mereka sebaik malaikat,” kata Anzor Tsarnaev, ayah dua bersaudara ini dari Dagestan, yang berbatasan dengan Chechnya. Sementara ibunya, Zubeidat Tsarneva, kepada jaringan TV Rusia RT, mengatakan semua ini jelas adalah sebuah rekayasa. Dzokhardan Tamerlan, halnya jutaan migran lain di dunia, pergi dari tanah airnya untuk  kehidupan yang lebih baik, dengan segala alasan dan harapan.

Menyebut Chechchen, kita diingatkan pada peristiwa penyanderaan sekolah dasar Geotijevdi Beslan,  Ossetia, sekitar 100 km dari Republik Chechnya sekarang. Di tempat ini, kaum ekstrimis Muslim Chehchen menyandera sebuah sekolah dasar sebagai aksi teror terhadap Rusia.  Pagi itu, 1 September 2004, anak-anak baru saja memasuki hari pertama sekolahnya usai liburan musim panas yang panjang. Mereka tengah bernyanyi di halaman sekolah ketika segerombolan orang menyerbu dan meminta mereka berkumpula di aula. Selama hampir tiga hari, anak-anak berusia 4 – 10tahun ini berada dalam ketegangan. Tanpa makan-minum, dan tidak diizinkan pergike toilet. Mereka yang mencoba melarikan diri ditembak. 340 Anak meninggal dunia, yang hidup menyisakan trauma dalam dirinya.

Perjuangan etnik Chechchen --yang sangat berbeda kulturnya dengan Eropa Timur-- untuk lepas dari tekanan Uni Soviet adalah kisah yang perih. Sejak Joseph Stalin berkuasa di Rusia, orang-orang Chechchen dianggap primitif dan “tak cukup Rusia”.

“Saya masih berusia 6 tahun, tapi saya masih mengingat itu semua. Hingga hari ini,” kata BaialyTurashev, menceritakan bagaimana orang-orang Chechchen dibuang ke Kazachtan dan Kygyzstan saat dibangun jalan lintas Uni Soviet tahun 1944. Tentara mengusir mereka dengan tembakan dan kekerasan.

“Kami berdesak-desakan layaknya sapi ternak dalam sebuah kereta tua yang sumpek dan lamban. Sementara perjalanan ke Kazahstan dan Kyrgyzstan dua minggu lamanya. Jumlah kami waktu itu sekitar 400 ribu orang, namun lebih dari setengahnya mati di perjalanan”, tambah Turashev. Dan pada tempat-tempat tertentu, kereta berhenti untuk membuang mereka yang mati di atas salju.

“Kami benar-benar mengandalkan kebaikan hati warga Kyrgyzstan,” tambah Turashev yang kini kembali ke Chechnya. “Kami lapar dan kelelahan. Kadang-kadang kami berhenti dekat sebuah ladang untuk mengumpulkan kulit kentang yang dibuang para tetangga. Tapi kami tak pernah mengemis.”

Chechnya memproklamasikan kemerdekaannya sebagai republik pada tahun 1991. Namun sampai saat ini, berbagai pertikaian politik  masih terus berlangsung.

Dari rangkaian sejarah inilah Dzkokhar dan Tamerlan berangkat ke AS. Dzkohar datang ketika masih berusia 8 tahun, sementara Tamerlan baru datang pada tahun 2002. Mereka tampak bekerja keras untuk mengintegrasikan diri pada kehidupan anak muda Amerika. Tamerlan dikenal sebagai petinju dan menikah dengan seorang perempuan setengah Amerika. Sementara Dzokhar mendapatkan beasiswa di Universitas Massachusetts Darmouth.

Dzokhar yang datang lebih awal dan dalam usia yang lebih muda, tampaknya lebih lentur mengakomodasikan diri. Sementara Tamerlan, “Saya tak punya satu pun kawan Amerika. Saya tak bisa memahami mereka …”  Tamerlan halnya banyak migran lain: terbelah dan sulit menemukan rumah bagi jiwanya.

Saat ini banyak informasi simpang-siur: apakah ini aksi terorisme yang berhubungan dengan jaringan-jaringan ekstrimis, atau mereka hanya sekadar “serigala hitam yang kesepian”, adakah Dzokhar cuma anjing poedel yang penurut pada abangnya yang konon teradikalisasi? Atau merekahanya dua orang sial yang berada pada tempat dan waktu yang salah ? Tapi bukankah ada ribuan orang lain yang sial saat itu?

Setiap pertanyaan menuntut jawaban. Tapi yang kali ini, musti cepat. Dzokhar ditangkap, dalam kepedihan kehilangan abangnya, dan tenggorokan terluka; pemuda introvert ini harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penyidik. Para Senator kaum republik memvonis  Dzokhar langsung masuk kotak “pejuang musuh”, teroris. Artinya ia kehilangan haknya sebagai warganegara: tak punya hak atas keadilan dan tak boleh didampingi pengacara. Dilarang menampik dan berkutik. Sementara  ACLU, gerakan untuk hak warga di Amerika, menuntut Dzokhar diperlakukan sebagai kriminal,dan tetap punya hak penuh sebagai warganegara.

Sementara di jalanan warga kota Boston berpesta menyanyikan Sweet Caroline dari Neil Diamond, lagu resmi klub honkbal Boston. Menyalami setiap anggota dinas keamanan yang lewat dan, berfoto. Warga Amerika (untuk kesekian kali) menemukan pahlawannya.

(Dariberbagai sumber)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com