Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kumpul Besanan Pencinta Sugar Glider

Kompas.com - 21/04/2013, 05:38 WIB

Hewan terbang mirip tupai yang dijuluki ”sugar glider” atau oposum layang (”Petaurus breviceps”) sedang digandrungi anak muda. Mereka memperlakukan binatang asli Papua ini ibarat anak. Segala keperluannya dipenuhi, mulai dari makan hingga mencarikan jodoh. Bayangkan!

Ajang berkumpul para pencinta oposum layang yang rutin digelar menjadi wadah paling mudah untuk menemukan pasangan bagi oposum layang. Ajang pencarian jodoh ini dikenal dengan istilah ”besanan” antarsesama penyayang oposum layang.

Pencinta oposum layang di Jakarta, misalnya, biasa bertemu setiap hari Sabtu di Tribeca Mal Central Park dan di Bundaran Hotel Indonesia pada hari Minggu. Belasan remaja segera membuka kantong kecil berisi oposum layang yang sebelumnya disematkan di pinggang.

Binatang-binatang lucu itu lantas menggeliat manja lalu keluar kantong dan memanjat pemiliknya. Seperti melihat pohon lain di hutan, mereka segera melompat ke orang-orang yang berdiri di dekat si pemilik.

Haps-haps, Oposum layang meloncat-loncat dengan gerakan seperti terbang. Binatang mungil ini memiliki membran kulit yang membentang mulai dari kaki depan hingga belakang sehingga bisa melayang dari pohon ke pohon.

Oposum layang yang tergolong binatang omnivora ini baru terlihat tenang ketika disodori aneka makanan mulai dari buah-buahan, ulat mungil, hingga bubur bayi. Panji (17) yang baru beberapa bulan memelihara oposum layang juga selalu membawa rantang kecil berisi makanan.

Ia menunjukkan bubur bayi yang sudah disiapkannya untuk bekal oposum layang. Bubur bayi itu hanya bertahan enam jam dan jika tidak habis disantap harus segera dibuang. ”Lebih disarankan memberi makanan yang sesuai habitat asli,” kata Panji.

Ketika asyik mengobrol dengan sesama pencinta oposum layang, Panji dikejutkan oleh ulah binatang kesayangannya yang tiba-tiba berteriak (crabbing) dan menggigit jarinya hingga luka. Rupanya ia merasa terancam karena mencium bau oposum layang lain di badan Panji.

Dengan penuh kasih, Panji membelai dan menenangkan oposum layang miliknya itu. Seolah mengerti, binatang mungil itu lantas terdiam dan kembali bergelantungan. Panji lalu memakaikan topi rajutan mungil sebagai aksesori di kepala oposum layang miliknya.

Cari jodoh

Meski hujan terus mengguyur Jakarta, lebih dari 20 anak muda hadir dalam acara berkumpul rutin pencinta oposum layang di Tribeca Mal Central Park, beberapa pekan lalu. Tak hanya pemiliknya yang saling berkenalan, oposum layang pun bisa menemukan jodohnya di ajang ini.

Jika oposum layang sudah mulai menunjukkan ketertarikan kepada lawan jenis, pemiliknya akan berunding untuk menggabungkan mereka dalam satu kandang. Mereka lantas menyepakati pembagian anak jika oposum layang telah beranak.

Oposum layang termasuk binatang marsupialia atau mamalia berkantong. Ketika lahir, binatang ini hanya sebesar butiran beras sebelum kemudian tumbuh dan berkembang di kantong induknya selama sekitar delapan pekan.

Anggota komunitas ini menyarankan agar penggemar oposum layang mulai mengadopsi binatang peliharaannya minimal sejak usia dua bulan. Pada usia tersebut bayi oposum layang sudah siap lepas dari induknya dan dengan mudah beradaptasi dengan pemilik baru.

Pencinta oposum layang lainnya, Regen, lantas menunjukkan bayi oposum layang mungil yang baru dibelinya dari seorang teman. Ia tertarik menambah jumlah oposum layang miliknya meski sudah memiliki sepasang oposum layang lain di rumah.

Oposum layang pendatang baru tersebut harus ekstra dijaga sebelum benar-benar diterima dalam kelompok. Sebagai binatang yang berkoloni, mereka butuh pengenalan dengan saling mencium bau sebelum akhirnya menjadi satu koloni. ”Mulai dari kecil dipelihara enggak minat dijual,” kata Regen.

Regen menggenggam dengan lembut untuk memberi kehangatan pada bayi oposum layang berumur 1,5 bulan itu. Pencinta oposum layang harus sangat hati-hati dengan membeli oposum layang yang jelas identitasnya.

Oposum layang yang banyak dijual di pinggir jalan biasanya sudah dijinakkan dengan dipotong giginya. Padahal pemotongan gigi itu menyakitkan serta justru akan mempermudah munculnya penyakit radang gusi dan memunculkan trauma.

Dari ajang kumpul komunitas itu pula pencinta oposum layang bisa belajar banyak tentang cara perawatan hingga penyakit yang mungkin diderita. Demam memelihara oposum layang mulai terlihat pada 2011. Saat ini anggota komunitas pencintanya di Jakarta telah mencapai lebih dari 80 orang.

Binatang ”nocturnal”

Saking cintanya pada oposum layang, Stieven (16) juga selalu membawa oposum layang kesayangannya ke mana pun dia pergi, termasuk ke sekolah. Selama kegiatan belajar mengajar, oposum layang diletakkan di dalam kantong yang disematkan di belakang meja.

Karena tergolong binatang nocturnal yang aktif di malam hari, oposum layang cenderung terlelap di siang hari. ”Setiap jam istirahat baru dimainin. Selama jam pelajaran, oposum layang tidur di belakang kursi. Guru tahu dan enggak masalah. Banyak yang membawa oposum layang ke sekolah,” ujar Stieven.

Awalnya orangtua Stieven sempat kaget karena mengira anaknya memelihara tikus. Menyaksikan anaknya rajin memelihara binatang dan terhindar dari kegiatan negatif, orangtua Stieven lantas memberi izin pemeliharaan oposum layang.

Kini Stieven memiliki sepasang oposum layang. Sedikit demi sedikit pertalian atau bonding dengan hewan peliharaannya itu pun dibangun. ”Sudah seperti pacar. Kalau nanti mereka punya anak, pasti akan saya rawat. Enggak akan bosan. Lucu kayak gini gimana bisa bosan,” tuturnya.

Karena tergolong binatang malam, oposum layang harus dihindarkan dari sinar matahari langsung agar tidak terkena katarak. Pemiliknya juga harus rajin membersihkan bulu-bulunya dengan tisu basah. Jika dirawat dengan baik, oposum layang bisa mencapai usia lebih dari 15 tahun.

Oposum layang umumnya manja dan sangat bergantung pada pemiliknya. Tidak hanya bermain dan bersenang-senang, oposum layang juga mengajari pemiliknya untuk bertanggung jawab sekaligus mencintai kehidupan. (Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com