Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PJTKI adalah Masalah, Bukan Solusi

Kompas.com - 13/04/2013, 15:34 WIB
L Sastra Wijaya

Penulis

ADELAIDE, KOMPAS.com — Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) merupakan akar masalah bagi eksploatasi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Adanya monopoli bagi PJTKI untuk menempatkan tenaga kerja yang sebagian besar berkecimpung di bidang keterampilan rendah, seperti pekerja rumah tangga, juga merupakan tindakan diskriminatif.

Demikian diungkapkan Wahyu Susilo dari Migrant Care dalam simposium yang diadakan oleh Universitas Flinders di Adelaide, Australia, Sabtu (13/4/2013). Simposium ini membahas masalah migran dan diaspora Indonesia.

"Kalau Anda memiliki keterampilan profesional di bidang komputer, dan mau bekerja di luar negeri, Anda bisa mencari lowongan kerja di internet sendiri. Namun, TKI harus lewat PJTKI. Adanya monopoli oleh pihak swasta ini merupakan tindakan diskriminastif," kata Wahyu, seperti dilaporkan koresponden Kompas di Australia, L Sastra Wijaya.

Oleh karena itu, Migrant Care mendesak pemerintah yang sudah meratifikasi konvensi internasional mengenai hak perlindungan semua pekerja migran dan keluarga mereka untuk memberi perlindungan hak asasi manusia bagi para pekerja migran atau TKI tersebut. "Sampai sekarang pemerintah belum memperlihatkan tindakan nyata bagi para pekerja kita dari sisi perlindungan hak asasi manusia," kata Wahyu.

Menurut Wahyu, pemberian monopoli terhadap PJTKI untuk menempatkan pekerja migran di luar negeri tersebut menciptakan kondisi yang tidak sehat karena para pekerja tidak bisa mencari cara lain yang lebih murah dan lebih efisien. "Selain itu juga, model seperti ini menciptakan dikotomi legal dan ilegal. Bagi mereka yang lewat PJTKI dianggap legal, sementara yang tidak, dianggap ilegal," tutur Wahyu.

Berdasar penelitian Migrant Care, PJTKI mendapat banyak keuntungan dari bisnis mereka lewat biaya ekonomi tidak langsung yang didapat dari TKI, bukan biaya langsung dari pemberangkatan mereka.

Ketika ditanya apakah model ini bisa diubah, Wahyu mengatakan bahwa beberapa pemilik PJTKI sekarang ini terlibat menjadi pengurus beberapa partai politik di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun di daerah.

Wahyu merupakan salah satu dari pembicara yang hadir di Universitas Flinders dalam simposium selama dua hari yang diselenggarakan bersamaan dengan Festival Indofest 2013 di Adelaide. Pembicara lain, khusus berbicara mengenai diaspora Indonesia di Adelaide adalah Tji Srikandi Goodheart, bekas penerima beasiswa Colombo Plan tahun 1960-an, dan kemudian tinggal di Adelaide menjadi dokter gigi. Juga tampil Tomik Subagio, seorang insinyur yang setelah pensiun mencurahkan perhatian menjadi penerjemah lisan dan tulisan di Adelaide, serta Arif Febrianto, seorang pekerja IT profesional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com