Jakarta, Kompas
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Rabu (10/4), di Jakarta, mengatakan, tahun 2011 biaya logistik Indonesia mencapai 24,64 persen dari PDB sebesar Rp 1.800 triliun. Biaya logistik Indonesia jauh di atas Amerika Serikat yang hanya 9,9 persen, Jepang 10,6 persen, dan Korea Selatan 16.30 persen.
Menurut survei Logistics Performance Index Bank Dunia tahun 2012, Indonesia menempati peringkat ke 59 atau berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Padahal, 31 Desember 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai diberlakukan.
”Dengan dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN, akan dibuka pintu untuk negara mana pun di Asia Tenggara mengirimkan barang ke negara ASEAN lainnya dengan tarif nol persen atau sangat minimum,” katanya.
Dengan biaya logistik yang tidak efisien seperti sekarang, bisa dipastikan produk Indonesia akan kalah bersaing. ”Akan banyak produk dari luar negeri yang harus kita konsumsi,” katanya.
Gita mengatakan, tahun 2012 ada sebanyak 650 produk non pangan melanggar aturan masuk ke Indonesia. Dengan kawasan ASEAN yang bebas, peluang itu akan semakin terbuka.
Lebih lanjut Gita mengatakan, sampai saat ini masih banyak yang belum sadar bahwa neraca perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN hampir semuanya mengalami defisit.
Menurut Gita, upaya menekan biaya logistik tidak cukup hanya dilakukan dari sisi pasokan, tetapi juga permintaan. Terkait pasokan, bagaimana Indonesia membuat produk yang memiliki daya saing.
Tetapi itu saja tidak cukup. Untuk mengisi pasar Indonesia yang besar, masyarakat juga perlu membangun pola pikir substitusi dalam konsumsi. Seperti halnya dalam mengonsumsi buah.
Tingginya biaya logistik akibat infrastruktur logistik yang masih terbatas.
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.