Pernyataan itu disampaikan pejabat senior partai berkuasa Korea Utara (Korut), Kim Yang Gon, seperti dikutip kantor berita KCNA, Senin (8/4).
”Pyongyang juga akan menunda sementara operasi di kawasan industri itu untuk kemudian memutuskan apakah keberadaannya (Kaesong) dilanjutkan atau ditutup selamanya,” tutur Kim.
Ancaman terbaru itu muncul ketika ketegangan di kawasan Semenanjung Korea semakin memuncak dan memanas.
Pihak Korut merasa terprovokasi pasca-pernyataan Kementerian Pertahanan Korea Selatan (Korsel), yang menyebutkan akan memberlakukan langkah alternatif militer demi memastikan keselamatan para pekerja warga negara Korsel di Kaesong.
”Soal bagaimana situasi akan berkembang dalam beberapa hari ke depan pastinya benar-benar bakal bergantung pada perilaku para pejabat Korsel,” ujar Kim.
Pada masa lalu, terutama pada masa pemerintahan mendiang Kim Jong Il, dalam kondisi dan situasi setegang apa pun Korut diketahui tak pernah mengancam akan menutup Kaesong.
Hal itu lantaran sejak pertama kali mulai berproduksi, Kaesong diyakini telah menjadi salah satu sumber pemasukan uang besar, terutama bagi pemimpin Korut.
Kaesong didirikan dan mulai berproduksi tahun 2004. Kawasan industri itu sekaligus menjadi simbol kerja sama satu-satunya kedua Korea yang bermusuhan.
Tahun 2012 omzet kawasan itu mencapai 469,5 juta dollar Amerika Serikat (AS), sementara akumulasi omzetnya sejak pertama beroperasi tahun 2004 nilainya mencapai 1,98 miliar dollar AS.
Menanggapi penutupan kawasan industri itu, Menteri Keuangan Korsel Hyun Oh-seok menyebutnya sebagai tindakan yang tak masuk akal.
Lebih lanjut Pemerintah Korsel mengoreksi pernyataan mereka sebelumnya, yang menyebutkan ada ”indikasi” Korut menyiapkan uji coba nuklir terbaru.
Pernyataan itu sebelumnya disampaikan Menteri Unifikasi Ryoo Kihl-jae di depan komite parlemen.
Ryoo menyebut ada indikasi ke arah sana menyusul sejumlah aktivitas yang terdeteksi di dua lorong bawah tanah di situs uji coba bawah tanah Punggye-ri, yang salah satunya pernah dipakai menguji coba nuklir Korut pada 12 Februari lalu.
Ryoo kemudian membantah merasa pernah menyatakan hal itu. Bantahan juga dilontarkan juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Kim Min-seok, yang menyebutkan, walau memang terjadi sejumlah aktivitas, kegiatan yang berlangsung tidak mengindikasikan ada pergerakan yang tak biasa.
Sementara itu, pernyataan prihatin disampaikan sejumlah pemimpin dunia menanggapi perkembangan situasi yang terjadi di kawasan tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Senin, meminta Korut menghentikan berbagai provokasi lanjutan yang dapat memperparah situasi dan semakin mengisolasi negeri itu dalam pergaulan dunia.
”Republik Demokratik Rakyat Korea (Korut) tak dapat terus bersikap seperti ini, berkonfrontasi dan menantang otoritas Dewan Keamanan PBB dan komunitas internasional,” ujar Ban.
Ban menyampaikan permintaan itu dalam sebuah jumpa pers bersama Menteri Luar Negeri Belanda Frans Timmermans saat berada di Den Haag, Belanda, seusai pertemuan tentang Konvensi Senjata Kimia.
Dari Hannover, Jerman, Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan kekhawatirannya. Bencana nuklir yang mungkin dalam krisis Semenanjung Korea itu, menurut dia, bisa jauh lebih buruk dari bencana nuklir Chernobyl tahun 1986.
”Jika sampai terjadi, semoga Tuhan tak mengizinkan, bencana Chernobyl bakal menjadi tak lebih dari sekadar cerita anak-anak dibandingkan dengan bencana yang mungkin terjadi dalam persoalan ini,” ujar Putin dalam jumpa pers didampingi Kanselir Jerman Angela Merkel.