Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Keempat

Kompas.com - 05/04/2013, 03:03 WIB

TRIAS KUNCAHYONO

"Jika (Korea) Utara berusaha memprovokasi terhadap rakyat dan negara kita, kalian (tentara) harus menanggapinya dengan sungguh-sungguh saat kontak pertama dengan mereka tanpa perlu pertimbangan politik. Sebagai komandan tertinggi militer, saya memercayai keputusan kalian dalam menghadapi provokasi tak terduga yang dilakukan Korea Utara.”

Perintah itu tegas, jelas, dan penuh percaya diri. Itulah persetujuan perang dari Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-hye (International Herald Tribune dan The Wall Street Journal, 2/4). Perempuan presiden pertama Korsel—putri Park Chung-hee, Presiden Korsel (1963-1979)—tak sedikit pun gentar menghadapi provokasi dan ancaman yang terus-menerus diteriakkan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un (30).

Sabtu pekan lalu, misalnya, Pyongyang menyatakan sedang dalam ”keadaan perang”. Sebenarnya, sejak berakhirnya Perang Korea, 1950-1953, kedua Korea itu tidak pernah benar-benar berdamai karena mereka tidak menandatangani perjanjian perdamaian. Perang diakhiri dengan gencatan senjata. Pyongyang juga mengancam akan menyerang, dengan rudal, fasilitas militer AS di Guam dan Hawaii serta sekutu AS di kawasan itu, yakni Korsel.

Korut memang memiliki rudal balistik, misalnya Taepodong-2 yang memiliki jarak jangkauan 6.700 kilometer (bisa sampai Hawaii); rudal Musudan berjarak jangkauan 4.000 km. Karena itu, sangat mudah rudal itu menjangkau Korsel, yang sama-sama di Semenanjung Korea.

Situasi panas dan tegang di Semenanjung Korea itu telah menempatkan Park Geun-hye (61), yang baru dilantik sebagai Presiden Korsel pada 25 Februari 2013, sebagai pusat sorotan. Kalau Park Geun-hye bersikap tegas terhadap provokasi Korut, itu sangat masuk akal. Park Geun-hye, menurut Daniel Tudor dalam Korea The Impossible Country, termasuk Generasi Perang. Yang digolongkan sebagai Generasi Perang adalah mereka yang lahir sebelum atau setelah Perang Korea (1950-1953). Mereka cenderung digerakkan oleh rasa khawatir dan kebencian terhadap Korut.

Ada dua kelompok generasi lagi. Pertama, Generasi 386. Mereka adalah yang pada tahun 1980-an berusia 30 tahunan, yang masuk universitas tahun 1980-an, dan lahir pada tahun 1960-an. Generasi ini lebih mau mendekati ”saudara-saudara mereka di Pyongyang yang berkekurangan” dibandingkan Selatan yang lebih makmur. Kedua, mereka yang lahir tahun 1970-an dan 1980-an. Generasi ini tumbuh tanpa ada perasaan bahaya atau tanpa merasakan pertarungan antara ideologi komunis dan kapitalis, karena itu dengan sendirinya lebih menyukai perdamaian.

Apakah Park Geun-hye yang masuk Generasi Perang benar-benar akan menjawab tantangan perang Korut? Kalau pada akhirnya perang Korea babak kedua ini pecah, ia akan menjadi perempuan keempat yang memimpin negerinya berperang dengan negara lain.

Perempuan pertama yang memimpin negerinya berperang adalah Golda Meir. Saat ia menjadi Perdana Menteri Israel, pecahlah Perang Yom Kippur (1973): perang Israel-Arab. Dari utara Israel diserang Suriah dan dari selatan digempur Mesir. Yang kedua adalah Indira Gandhi, Perdana Menteri India yang memimpin negerinya berperang melawan Pakistan (1971). Dan, ketiga adalah Margaret Thatcher yang pada tahun 1982, sebagai Perdana Menteri Inggris, memimpin perang melawan Argentina untuk memperebutkan Pulau Falkland (Malvinas).

Seteguh, setegar, sekuat, setegas, dan seberani Golda Meir, Indira Gandhi, dan Margaret Thatcher-kah Park Geun-hye nanti? Namun, apakah perang sungguh-sungguh akan pecah? Itu pertanyaan pertama yang harus dijawab sebelum melihat kehebatan Park Geun-hye. Lebih baik, memang, perang tidak perlu terjadi. Sebab, perang sangat mudah dimulai, tetapi sulit diakhiri, dan akan banyak korban jiwa sia-sia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com