Kawasan Kaesong, sekitar 10 kilometer di utara perbatasan Korsel, cukup unik. Di lokasi ini terdapat 120 perusahaan Korsel. Tahun lalu ada 80 juta dollar AS gaji mengalir ke Korut, yang diterima sekitar 50.000 pekerjanya.
Total nilai produksi di kawasan industri ini sekitar 470 juta dollar AS. Kecil dan tidak signifikan jika dibandingkan dengan nilai produk domestik bruto (PDB) Korsel yang sebesar 1,151 triliun dollar AS.
Namun, Kaesong pernah dianggap sebagai satu jalan yang secara perlahan membuat Korut terbiasa dengan produksi berdasarkan mekanisme pasar. Pendirian kawasan industri tahun 2004 ini dianggap sebagai ajang pelajaran tentang pembangunan secara gradual.
Harapan lain, dengan semakin maju dan terbiasa dengan hal-hal modern, Korut akan mirip China. Tetap komunis tetapi mau membangun ekonomi. Bahkan di Asia Timur, Korut dianggap sebagai sebuah kesempatan melejitkan perekonomian setelah Jepang dan Korsel mengalami kejenuhan.
Kantor berita Associated Press (AP) menuliskan, Korut dan Korsel tidak pernah mengusik eksistensi kawasan industri ini. Ketika ada serangan torpedo Korut ke Korsel, kawasan ini tetap berjalan seperti biasa.
Sistem kerja di kawasan ini juga mirip dengan sistem kerja di Korsel. Lingkungan kerjanya modern dan bersih. Di kawasan ini tidak ada lambang-lambang partai. Interaksi warga Korut dan Korsel berjalan biasa. Ini hanya berlaku di Kaesong.
Keadaan mendadak berubah pada Rabu (3/4). Korut mendadak menutup akses ke Kaesong. Dari sekitar 800 pekerja Korsel di Kaesong, baru 36 orang yang sudah kembali ke Korsel.
Kesan kekanak-kanakan terjadi dalam penutupan ini. Media Korsel menuliskan, Korut pasti tidak mau menutup Kaesong karena butuh uang. Berita pada Selasa ini langsung diterjemahkan dengan penutupan Kaesong pada Rabu.