Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Australia Minta China Perketat Sanksi Ke Korea Utara

Kompas.com - 01/04/2013, 19:39 WIB
L Sastra Wijaya

Penulis

CANBERRA, KOMPAS.com- Australia mendesak China minggu ini untuk memperkuat sanksi guna mencegah masuknya peralatan dan teknologi ke Korea Utara yang memungkinkan negara tersebut menggunakannya untuk program senjata nuklir.

Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr akan mendesak rekan sejawatnya dari China, Menlu Yang Jiechi, guna memperkuat sanksi yang didukung PBB terhadap Korea Utara.

Senator Carr akan mengangkat masalah tersebut ketika mendampingi Perdana Menteri Australia Julia Gillard yang berkunjung ke China. PM Gillard akan berkunjung ke China selama lima hari mulai Jumat. Dia akan bertemu dengan Presiden China yang baru, Xi Jinping, dan PM Li Keqiang guna mendiskusikan berbagai mjasalah mulai dari perubahan iklim sampai keamanan kawasan.

Perkembangan ini muncul menyusul meningkatnya ketegangan di semenanjung Korea, dengan Presiden Korea Selatan Park Geun-hey mengatakan akan "bereaksi dengan keras" terhadap provokasi apapun yang dilakukan Korea Utara.

Pernyataan Presiden Park muncul setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyatakan "keadaan perang" terhadap Korea Selatan di akhir pekan. Korea Utara juga mengeluarkan ancaman terhadap Amerika Serikat, dan hari Minggu, Presiden Kim mengatakan senjata nuklir merupakan "hal yang tidak akan dihentikan oleh negara tersebut."

Sebagai satu-satunya sekutu Korea Utara, China dianggap merupakan satu-satunya negara yang masih memiliki pengaruh. Menurut laporan harian Australia, The Age, juru bicara Departemen Luar Negeri Australia mengatakan, sanksi PBB akan lebih efektif bila ada pengawasan lebih ketat terhadap kapal dan pesawat yang masuk ke Korea Utara, termasuk yang datang dari China.

"Inilah yang akan kami bicarakan ketika kami di China." kata juru bicara tersebut. "Kami tidak mengatakan bawha China melanggar sanksi, karena China mendukung pemungutan suara di Dewan Keamanan, namun China adalah negara pemasok utama ke Korea Utara."

"Kami akan menekankan pentingnya untuk mengambil tindakan terhadap Korea Utara, namun kami mendukung pendekatan dilakukan sesuai dengan hubungan kedua negara -tidak langsung serta merta mengatakan apa yang harus mereka lakukan." tambah jubir tersebut.

Menurut laporan koresponden Kompas di Australia L. Sastra Wijaya, Senator Carr dalam beberapa hari mengatakan bahwa Australia sedang mempertimbangkan sanksi tersendiri terhadap Korea Utara, khususnya di bidang keuangan terhadap para elitnya.

Sanksi terbaru yang diterapkan oleh Dewan Keamanan PBB bulan lalu terhadap Korea Utara yang melakukan uji coba nuklir bulan Februari, antara lain memperketat transaksi finansial dan melarang barang-barang mewah seperti kapal pesiar, mobil mewah, perhiasan dan parfum. Namun, barang-barang tersebut dilaporkan masih masuk ke sana, termasuk juga barang-barang yang bisa digunakan untuk industri senjata.

Amerika Serikat telah mengirim pesawat tempur F-22 ke Korea Selatan hari Minggu sebagai bagian dari latihan militer. Para pengamat terpecah mengenai apakah ancaman dan tindakan Korea Utara merupakan yang serius.

Andrei Lankov, ahli masalah Korea di Universitas Kookmin, di Seoul mengatakan, tindakan para pemimpin Korea Utara ini menunjukkan kecenderungan seperti sebelumnya.

"Mereka melakukannya setiap dua tiga tahun sekali. Inilah yang sudah menjadi kebiasaan di Pyongyang selama puluhan tahun. Mereka tidak akan melakukannya karena mereka tidak mau bunuh diri." kata Lankov.

Namun, menurut Leonid Petrov, ahli masalah Korea di Universitas Sydney, kali ini mereka tampaknya lebih serius. "Korea Utara sudah mencapai banyak kemajuan dalam pengembangan senjata nuklir. Ini berarti ketidakstabilan di kawasan akan terus berlanjut." katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com