Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Penghasut di Myanmar

Kompas.com - 01/04/2013, 08:26 WIB

BANGKOK, KOMPAS.com - Pakar isu Myanmar dari lembaga pemikir International Crisis Group, Jim Della-Giacoma, meyakini kerusuhan sektarian yang semakin sering terjadi di negeri itu berlangsung secara sistematis dan dipicu para penghasut.

Para agen provokator itu, menurut Jim, Minggu (31/3), termasuk berasal dari kalangan para pendeta Buddha radikal yang mengatakan kepada umatnya untuk bersikap tidak toleran dan membenci warga Muslim di Myanmar.

Setelah kerusuhan sektarian berdarah yang terjadi sejak 20 Maret di Meikhtila, Myanmar tengah, sedikitnya 43 orang tewas terbunuh dan 86 orang terluka.

Surat kabar pemerintah, Kyemon, memberitakan, sedikitnya tercatat 163 insiden kekerasan di 15 wilayah kota praja, yang juga menghancurkan sedikitnya 1.355 bangunan rumah tinggal dan tempat ibadah.

”Fakta kalau kawasan permukiman Muslim dihancurkan secara sistematis dan cara yang metodis sangat menunjukkan adanya perencanaan yang sangat baik dari elemen radikal. Sangat jelas terlihat, para agen provokator itu membawa agenda radikal di negeri itu,” ujar Jim.

Para provokator dari kalangan radikal itu bekerja dengan dua cara, yakni memimpin langsung aksi kekerasan di lapangan atau mengondisikan situasi untuk memicu kerusuhan.

Cara pengondisian itu, antara lain, dengan menandai toko-toko yang dimiliki warga Muslim dan warga mayoritas dengan stiker bertuliskan angka ”969”, yang menjadi simbol kampanye radikal mereka.

Dengan stiker tersebut, mereka menggagas gerakan agar warga Myanmar tidak berkunjung dan berbelanja di toko-toko milik warga Muslim dan hanya berbelanja di toko milik warga pemeluk agama Buddha.

”Jika keuntungan jatuh ke tangan musuh, kebangsaan, bahasa, dan agama kita akan dilukai,” ujar pendeta radikal dari Mandalay, Wirathu, dalam ceramahnya secara online.

Saat diwawancara kantor berita Agence France Presse (AFP), Wirathu membantah dirinya menentang seluruh warga Muslim di Myanmar. Dia juga membantah gerakan stiker ”969” ada kaitannya dengan kerusuhan berdarah yang belakangan ini terjadi.

”Kami hanya menyasar warga Bengali yang telah meneror warga etnis Rakhine (pemeluk Buddha). Kami hanya berceramah untuk mencegah warga Bengali masuk ke negeri ini dan merusak kebangsaan, bahasa, dan agama kami,” ujar Wirathu.

Keterlibatan pemerintah

Beberapa waktu lalu, pelapor khusus Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk masalah hak asasi manusia di Myanmar, Tomas Ojea Quintana, menyebutkan, aparat negara berkontribusi dalam kerusuhan sektarian yang terjadi di negeri itu. Mereka setidaknya membiarkan begitu saja ketika kerusuhan berlangsung.

Pernyataan tersebut memicu kemarahan Pemerintah Myanmar, yang disuarakan Wakil Menteri Informasi yang juga Juru Bicara Kepresidenan Myanmar Ye Htut. Dalam akun jejaring sosial Facebook-nya, Ye menolak dengan keras penilaian Tomas.

Menurut Ye, pernyataan Tomas itu sangat menyedihkan karena hanya didasari desas-desus di masyarakat tanpa mengecek langsung ke lapangan. Pernyataan Tomas, lanjutnya, juga mengabaikan kerja keras aparat keamanan, para pemimpin agama, dan kalangan masyarakat sipil di lapangan.

Sabtu lalu, stasiun televisi pemerintah mengumumkan pernyataan Presiden Thein Sein yang membentuk komite pusat manajemen darurat di 10 negara bagian untuk mengendalikan kerusuhan berdarah yang terjadi.

Komite itu akan menahan siapa saja yang diyakini memicu kerusuhan dan kekerasan. Komite tersebut juga akan berupaya mencegah kembali terjadinya konflik ras dan agama, termasuk dengan mengupayakan respons cepat dan koordinasi lebih baik antaraparat keamanan.

Meski demikian, hingga saat ini, tanda-tanda keberhasilan belum ditunjukkan oleh komite tersebut. Kehadiran komite bentukan Thein Sein itu dinilai tidak mampu menjadi semacam katup penekan di tengah masyarakat yang telanjur terpolarisasi.(AP/AFP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com