Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telepon di Hari Jumat

Kompas.com - 27/03/2013, 07:20 WIB

Oleh: Trias Kuncahyono

Hari Jumat, 22 Maret 2013, di Jerusalem. Presiden AS Barack Obama, yang sedang berbincang-bincang dengan PM Israel Benjamin Netanyahu, tiba-tiba menelepon PM Turki Recep Tayyip Erdogan. Obama memberikan telepon yang sudah terhubung dengan Erdogan itu kepada Netanyahu.

Saat itulah, Netanyahu meminta maaf kepada Erdogan dan mengakui kesalahan atas tragedi kapal Mavi Marmara, 31 Mei 2010. Kapal motor ini membawa para aktivis dan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina di Gaza. Namun, ketika posisi kapal berada di 80-100 mil laut (148-185 kilometer) dari daratan, mereka diserang pasukan komando Israel yang mencegah pengiriman bantuan itu. Israel sudah lama memblokade jalur laut ke Jalur Gaza.

Serangan itu mengakibatkan 8 orang Turki dan 1 orang Amerika-Turki tewas, 24 orang terluka, termasuk 1 orang Amerika, serta 10 anggota pasukan komando Israel terluka. Turki marah besar dan meminta Israel minta maaf. Erdogan melukiskan tindakan Israel sebagai ”pembantaian berdarah.”

Hubungan diplomatik Turki-Israel putus. Padahal, hubungan kedua negara dimulai sejak tahun 1990-an. Kedua negara memiliki pandangan sama tentang Suriah, tetangga mereka: sebagai musuh. Turki dibantu Israel dalam memerangi Partai Buruh Kurdistan (PKK), yang ingin memisahkan diri dari Turki. Latihan militer bersama rutin dilakukan. Erdogan mengunjungi Israel dan Presiden Shimon Peres berpidato di parlemen Turki. Hubungan baik itu hancur karena kebrutalan Israel.

Krisis Suriah

Akan tetapi, ceritanya menjadi lain setelah Obama menelepon Erdogan dan Netanyahu minta maaf kepada rakyat Turki sekaligus mau memberikan kompensasi kepada korban Mavi Marmara. Mengapa Turki mau menerima? Bagi AS, jelas tidak enak dua sekutunya saling bermusuhan.

Berlanjutnya krisis Suriah menjadi pendorong pulihnya hubungan diplomatik kedua negara. Turki merasakan akibat krisis: kebanjiran pengungsi dan menjadi sasaran rudal nyasar. Turki menggantungkan pengamanan perbatasannya pada rudal Patriot NATO, tetapi permintaannya agar NATO membuat zona larangan terbang belum dikabulkan.

Persoalan lain yang mencemaskan Turki adalah Suriah memiliki senjata kimia. Karena itu, Turki butuh sekutu dan intelijen yang lebih baik untuk mengakhiri perang saudara atau paling tidak mencegah pelimpahan pengungsi Suriah. Turki tak mampu secara sendiri mengatasi senjata kimia. Sementara Israel, selain memiliki intelijen lebih baik, juga dapat membantu mengatasi senjata kimia. Inilah yang dibutuhkan Turki.

Karena itu, tak ada jalan lain kecuali berbaik-baik lagi dengan Israel sekaligus memaksa Israel bertekuk lutut: meminta maaf. Pada saat bersamaan, Ankara juga menutup potensi persoalan, yakni dengan menandatangani gencatan senjata dengan PKK untuk mengakhiri permusuhan yang sudah berlangsung 30 tahun. Dan, Obama pun menelepon....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com