Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kunjungan Obama Mengecewakan

Kompas.com - 23/03/2013, 03:01 WIB

Kairo, Kompas - Palestina menghadapi pilihan sulit pascakunjungan Presiden AS Barack Obama ke Ramallah, Tepi Barat, dan setelah Obama berpidato di depan para pemuda Israel di Jerusalem, Kamis lalu. Demikian dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, yang memantau lawatan Obama ke Timur Tengah dari Kairo, Mesir, Jumat (22/3).

Palestina menyambut gembira dukungan kuat Obama atas berdirinya negara Palestina berdampingan dengan negara Israel dalam konteks solusi dua negara. Namun, pada waktu yang sama, Palestina kecewa atas seruan Obama agar Israel dan Palestina segera kembali ke meja perundingan tanpa penghentian pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina.

Obama, Jumat, melanjutkan lawatannya dengan mengunjungi Bethlehem, kota kelahiran Yesus Kristus, di Tepi Barat, di bawah penjagaan sangat ketat. Presiden Palestina Mahmoud Abbas kembali menyambut Obama di halaman Gereja Al Mahd, Bethlehem.

Palestina selama ini berkeras pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur harus dihentikan sebelum perundingan damai dimulai kembali. Sementara Israel menuntut perundingan damai dimulai tanpa prasyarat apa pun.

Sejauh ini belum ada sikap resmi pimpinan Palestina tentang desakan memulai perundingan damai itu.

Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat, dalam keterangan pers, Jumat, menegaskan, pernyataan Obama menunjukkan komitmen AS atas solusi dua negara.

Jamal Muhsen, anggota komite sentral faksi Fatah, mengatakan kepada stasiun televisi Al Jazeera, kunjungan Obama mengecewakan. Menurut Muhsen, Israel lebih banyak diuntungkan daripada Palestina dalam kunjungan Obama ini.

Muhsen menyebutkan, perundingan damai Israel-Palestina macet sejak tahun 2010 akibat perbedaan pendapat atas isu pembangunan permukiman Yahudi.

Palestina selama ini juga menolak keras mengakui Israel sebagai negara Yahudi. Palestina hanya bersedia mengakui Israel sebagai negara demokrasi untuk semua warganya, baik Yahudi maupun Arab, tanpa ada embel-embel ”Negara Yahudi”.

Sekarang, Muhsen melanjutkan, Obama meminta Palestina mengubah sikapnya tersebut.

Analis politik Palestina, Abdel Bari Atawan, dalam editorialnya di harian Al-Quds al-Arabi edisi Jumat, menambahkan, jika Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi, itu berarti mengakui negara apartheid di Timur Tengah. Pasalnya, dengan sendirinya warga non-Yahudi di Israel akan menjadi warga negara kelas dua.

Ia mengingatkan, warga Arab di negara Israel sekarang berjumlah lebih dari 1 juta jiwa atau sekitar 25 persen dari keseluruhan penduduk Israel yang berjumlah sekitar 6 juta jiwa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com