Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilihan yang Tidak Diduga

Kompas.com - 17/03/2013, 04:33 WIB

 Simon Saragih

Kardinal Jorge Mario Bergoglio menjadi Paus Fransiskus? Tidak ada yang menduga. Namanya tidak masuk dalam ”papabili”, atau daftar kandidat unggulan untuk menjadi Paus baru pengganti Paus Emeritus Benediktus XVI. Calon terdepan yang semula disebut-sebut adalah Uskup Agung Milan, Kardinal Angelo Scola. Dia dianggap bisa mengembalikan Italia ke dalam Takhta Suci Vatikan yang diduduki Paus non-Italia dalam 35 tahun terakhir ini. Kalaupun ada keinginan agar kardinal non-Eropa yang terpilih, nama yang disebut antara lain Kardinal Odilo Scherer, Uskup Agung Sao Paulo (Brasil) atau Kardinal Sean O’Malley, Uskup Agung Boston, Amerika Serikat.

Dalam kultur gereja, sebenarnya tak ada yang perlu dikagetkan karena pemilihan Paus selalu dianggap buah dari lantunan ”Veni Creator Spiritus”. Sebelum diambil sumpah di Kapel Sistina, sebanyak 115 kardinal beriringan masuk kapel dengan menyanyikan lagu itu. Intinya memohon pendampingan Tuhan saat konklaf.

Namun, dari sisi manusiawinya, tetap ada rasa penasaran, bagaimana Bergoglio terpilih menjadi Paus?

Sebenarnya, mudah saja untuk menjelaskannya. Sejumlah pakar Vatikan mencatat, Bergoglio berada pada urutan kedua setelah Kardinal Joseph Ratzinger (Jerman) yang kemudian menjadi Paus Benediktus XVI pada konklaf 2005. Sejak itu, nama Bergoglio sudah ada dalam benak para kardinal.

Sikapnya yang antikorupsi, pendukung keadilan sosial, sikap kukuhnya soal doktrin konservatif, menarik perhatian warga. Ini menarik juga bagi para kardinal. Cara hidupnya yang sederhana, dan jauh dari sikap feodal juga menarik perhatian.

”Dia memberi sinyal kesederhanaan,” kata Kardinal Donald Wuerl, Uskup Agung Washington, AS. ”Dalam banyak hal, dia sangat bersahabat, tetapi kukuh. Dia amat menyenangkan dan hampir tanpa ada ketakutan, sekaligus sungguh bersikap seorang pastor dan peduli kepada orang lain. Itu cocok dengan tantangan sekarang ini,” kata Wuerl.

Kardinal Thomas Collins, Uskup Agung Toronto, Kanada, berpendapat sama. ”Dia peduli, menyenangkan. Kami mengapresiasi talenta yang dia miliki dan itu merupakan hadiah. Dia mencintai umatnya di Buenos Aires. Sejarah pelayanannya sudah terkenal,” kata Collins.

Saat makam malam bersama seusai konklaf di Rumah Santa Marta, Kardinal Timothy Dolan, Uskup Agung New York, mengenang Bergoglio bercanda. ”Semoga Tuhan memaafkan Anda semua,” ujar Bergoglio, kepada para kardinal yang telah memilihnya sebagai Paus.

Lima kali voting

Konlaf kali ini berlangsung lewat lima kali pemungutan suara. Voting pertama adalah pada Selasa 12 Maret. Empat kali pemungutan suara berlangsung pada Rabu (13/3), dua kali di pagi hari dan dua kali di petang hari.

Konklaf 2005 hanya melewati empat kali voting. Diskusi persiapan jelang konklaf saat itu juga hanya tiga hari. Kali ini, para kardinal menggelar kongregasi umum hingga delapan hari sebelum konklaf dimulai.

Dari sisi usia, tidak disangka jika Bergoglio, yang kehilangan satu paru-paru karena infeksi di masa muda, akan terpilih. Berbeda dengan para kardinal lain yang dijagokan, Bergoglio tidak pernah memegang jabatan apa pun di pemerintahan Vatikan, yang dikenal sebagai Kuria. Dia hanya tercatat menjadi anggota sejumlah kongregasi dan komite, seperti Kongregasi untuk para Imam, Dewan Kepausan untuk Keluarga, dan Komite Amerika Latin.

Namun, inilah misteri konklaf. Bergoglio sendiri memegang moto ”miserando atque eligendo”, yang berarti ”bersahaja tetapi terpilih” di Keuskupan Agung Buenos Aires. Sikapnya yang bersahaja berhasil membuatnya terpilih.

Sepak terjang Bergoglio memperbaiki reputasi gereja menjadi hal mengena. Uskup Agung Vienna, Austria, Kardinal Christoph Schoenborn, mengatakan, saat persiapan konklaf semua hal didiskusikan oleh para kardinal. Mulai dari keuangan bank Vatikan, manajemen yang kaku, komunikasi yang beku, dan oknum-oknum gereja yang terlibat skandal.

Ada keinginan tumbuh suasana baru dalam gereja dan Takhta Suci. Dalam konteks ini, Bergoglio menjadi perhitungan para kardinal.

Kardinal Timothy Dolan mengenang peristiwa konklaf. ”Saat perhitungan suara mencapai 77 suara untuk Bergoglio, para kardinal sudah bertepuk tangan. Saat semua suara selesai dihitung, kami bertepuk tangan lagi dengan gemuruh. Kami bertepuk tangan lagi dengan meriah ketika Bergoglio menyatakan ’mau menerima’”.

”Ada semacam kelegaan karena kami tahu memiliki gembala yang baik. Dia membumi, kukuh, sungguh tulus, dan bersahaja,” kata Dolan.

Pastor Kornelius Sipayung OFM Cap, ahli teologi lulusan Universitas Gregoriana, Roma, mengatakan, Paus baru ini akan membawa banyak perbaikan.

Pada hari Kamis, Kardinal Jean-Pierre Ricard, Uskup Agung Bordeaux, Perancis, mengenang betapa Bergoglio meninggalkan tradisi lama. Protokol di Takhta Suci Vatikan memperlakukan Paus seperti pemimpin tertinggi.

”Kami menyingkir memberinya jalan usai tampil di balkon Basilika dan diperkenalkan kepada khalayak. Namun, dia ingin berjalan bersama kami,” kata Ricard.

Para kolega merasa dekat dan senang. ”Bergoglio tidak suka memaksakan kehendak. Dia mendengar,” kata Sergio Rubin, penulis biografi Bergoglio.

Kelemahan yang dikaitkan dengannya adalah kediktatoran Argentina di era lalu. Teolog Italia, Massimo Faggioli, mengatakan, ”Jangan naif. Politik di Argentina bukan persoalan yang mudah.” Kediktatoran Argentina adalah warisan gelap negara. (AFP/AFP/REUTERS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com