Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Messi, Maradona, dan Paus

Kompas.com - 17/03/2013, 01:45 WIB

Dengan menyebut nama Maradona, kita kiranya boleh mengingat bagaimana situasi dunia bola pada waktu itu. Setelah era Pele dan Johan Cruyff, dunia bola lama sekali tenggelam dalam sistemnya yang defensif. Datanglah Piala Dunia 1986, dan Diego Maradona muncul menjadi dirigen yang mengobrak-abrik sistem itu. Ia bermain dengan eksplosif, lincah, dan gembira. Permainannya yang ofensif dan genius menunjukkan bahwa sistem defensif itu sudah usang dan keropos.

Waktu bermain di Napoli, Maradona juga menjadi dewa penyelamat. Napoli hanyalah kesebelasan yang pas-pasan kala itu. Namun, di tahun 1986/1987, Maradona dapat membawanya menjadi juara Liga Seri A untuk pertama kali. Malah Napoli juga meraih piala tingkat Eropa juga untuk pertama kalinya, ketika di tahun berikutnya meraih Piala UEFA.

Seperti Napoli telah mengambil Maradona dari Argentina, kini Vatikan juga mengambil Kardinal Bergoglio dari ”ujung dunia”. Diharapkan, ia juga bisa mendobrak kemacetan Gereja akibat sistem pertahanan yang hierarkis dan defensif. Ia akan dapat, karena kiranya ia yakin kekuatannya tidak berasal dari kekuasaan hierarki, tapi dari kegembiraan iman umatnya. Memerintah tanpa takut, punya nyali terhadap tantangan zaman, dan tidak terbebani beban birokrasi hierarkis yang berlebihan, inilah yang kiranya diharapkan dari Paus Fransiskus itu.

Argentina tidak hanya punya Maradona, tapi juga Lionel Messi. Messi memang belum pernah membawa Argentina jadi juara dunia. Namun, bersama Barcelona, Messi telah menunjukkan dominasinya di kancah Eropa dan Liga Champions. Dan sekarang diakui bahwa Liga Champions ini tak kalah arti dan mutunya dengan Piala Dunia atau Piala Eropa.

Lain dengan Maradona yang flamboyan, Messi adalah seorang pendiam dan pemalu. Tapi, kata Pep Guardiola, ”Ada bermacam-macam tipe pemimpin. Ketika situasi sedang sulit, Messi akan muncul. Dan ia mengerjakan dengan baik tugas kepemimpinan di saat sulit itu empat tahun lamanya. Kepemimpinannya adalah kepemimpinan yang diam. Dalam pergolakan, ia selalu maju ke depan.”

Dengan memilih Paus Fransiskus dari Argentina, Gereja Katolik kiranya kelihatan sedang membutuhkan kepemimpinan macam itu. Kepemimpinan yang tidak banyak bicara, yang berani bertindak, dan membuahkan gol di tengah segala kemacetan yang terjadi.

Karena itu, Messi, Maradona, dan Paus sesungguhnya bukanlah sekadar seruan kegembiraan dari para fans bola, melainkan juga sebuah seruan harapan: Semoga Paus dari Argentina ini dapat memimpin Gereja, seperti Messi dan Maradona memimpin bola. Semoga Paus Fransiskus dapat kembali menyalakan kegembiraan beriman, menghapus ketakutan, mempunyai nyali untuk membuat terobosan, seperti Messi dan Maradona yang haus untuk membuat gol di dunia bola.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com