Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketidakpastian di Venezuela

Kompas.com - 07/03/2013, 07:20 WIB

CARACAS, KOMPAS.com — Berpulangnya Presiden Venezuela Hugo Chavez, Selasa (5/3/2013), membuat negara kaya minyak di Amerika Latin itu kini berada dalam kondisi ketidakpastian politik. Negara-negara sahabat Venezuela pun dihinggapi kerisauan.

Wakil Presiden Nicolas Maduro dengan berlinang air mata mengumumkan wafatnya Chavez, mantan perwira terjun payung yang telah memimpin selama 14 tahun, Selasa. Chavez meninggal setelah berjuang melawan kanker yang pertama kali terdeteksi pada panggulnya.

Sebelumnya, ia dirawat selama dua bulan di Kuba untuk menjalani operasi kanker yang keempat kali sejak Juni 2011.

Dengan kepergian Chavez, Venezuela kini menghadapi krisis politik untuk memilih pengganti presiden karismatik itu dalam waktu secepatnya.

Beberapa jam setelah Chavez diumumkan meninggal, Menteri Luar Negeri Venezuela Elias Jaua menyatakan, Maduro akan melanjutkan memimpin Venezuela sebagai pejabat presiden sementara sampai pemilihan umum digelar.

Menurut para pejabat Venezuela, berdasarkan aturan yang berlaku, pemilu harus ditentukan dalam waktu 30 hari setelah presiden meninggal. Namun, tak begitu jelas apakah itu berarti pemilu harus digelar dalam waktu 30 hari atau sekadar diumumkan tanggal penyelenggaraannya.

Carlos Quijada (38), pengamat ekonomi Venezuela, mengatakan, negara itu kini berada dalam ketidakpastian. Menurut dia, sekarang tinggal bergantung pemerintah untuk memastikan transisi kekuasaan berjalan damai.

Para aktivis hak asasi manusia dan kubu oposisi juga khawatir kepergian Chavez membuat pemerintahan sementara bersikap lebih keras terhadap mereka.

Aktivis hak asasi manusia Liliana Ortega, Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat Comite de Familiares de Victimas, menyebut Venezuela sebagai negara yang buruk. Sejumlah institusi, seperti kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan, menjadi alat penghambat kebebasan berpolitik. Keberadaan media juga diawasi pemerintah.

Pemimpin oposisi, Leopoldo Lopez, mengatakan, ketiadaan Chavez akan membuat pemerintah lebih agresif melakukan pemusnahan selektif terhadap aktivis oposisi.

Ancam industri minyak

Krisis politik yang mengancam Venezuela dikhawatirkan akan berdampak terhadap industri minyak negara itu. Pada masa kepemimpinan Chavez, ekspor minyak dari negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) itu sudah turun menjadi sekitar setengahnya.

Ekspor minyak Venezuela turun dari 3 juta barrel per hari pada tahun 2000 menjadi hanya 1,7 juta barrel per hari pada 2011. Chavez mengandalkan pemasukan dari minyak untuk membiayai sejumlah program sosialnya. Namun, ia hanya menginvestasikan sedikit dari pemasukan itu untuk mengeksploitasi sumur-sumur minyak baru dan mengganti sumur-sumur lama yang telah kering.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto, Rabu (6/3/2013), di Jakarta, menyatakan, meninggalnya Chavez dikhawatirkan akan membuat harga minyak dunia naik. Pasalnya, dalam jangka pendek, kepergian Chavez itu dipersepsikan akan menyebabkan ketidakpastian dalam geopolitik migas.

Meski demikian, pergerakan harga minyak dunia pada Rabu terkesan tidak terlalu terpengaruh kabar meninggalnya Chavez. Harga patokan kontrak minyak Brent dan West Texas Intermediate justru turun sedikit.

Masa sulit

Sementara itu, negara-negara sahabat yang menerima bantuan Venezuela selama Chavez berkuasa juga menghadapi ketidakpastian. Presiden Kuba Raul Castro menyatakan duka mendalam atas kepergian Chavez.

Kuba telah menerima bantuan miliaran dollar AS dari Venezuela, yang berasal dari penjualan minyak negara itu. Perjanjian khusus dengan Kuba membuat negara itu selamat dari krisis ekonomi pada tahun 1990-an.

Beberapa warga Kuba mengkhawatirkan kehilangan figur yang selama ini menjadikan Venezuela sebagai sahabat utama Kuba. ”Ini pukulan yang sangat berat. Saya berpikir apa yang akan dialami Kuba nanti,” kata Maite Sierra, warga Havana.

Sergio Duran, warga Havana lain, mengatakan, tak hanya Venezuela, tetapi Kuba juga akan mengalami masa sulit. Ia tidak yakin keadaan akan sama seperti saat Chavez hidup, bahkan jika partai politik tokoh itu menang.

Ucapan dukacita pun mengalir dari seluruh dunia. Juru bicara Presiden Nikaragua Daniel Ortega menyatakan, Chavez sudah meninggal, tetapi namanya tetap abadi. Presiden Argentina Cristina Fernandez de Kirchner dan Presiden Uruguay Jose Mujica menyatakan dukacita mendalam dan akan menghadiri pemakaman Chavez pada Jumat waktu setempat.

Di Brasil, wartawan Kompas, Diah Marsidi melaporkan, semua stasiun televisi memberitakan kepergian Chavez secara besar-besaran.

Presiden Brasil Dilma Rousseff mengatakan, meski ia sering tidak sependapat dengan Chavez, kepergian Chavez tetap menjadi kehilangan besar bagi kawasan Amerika Latin.

Ucapan dukacita juga datang dari para pemimpin Rusia, China, dan Iran. Sementara itu, suasana berkabung di Venezuela sendiri diwarnai sejumlah aksi kekerasan bernuansa politik.(AFP/AP/Reuters/BAY/EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com