Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Liku-liku Sejarah Klaim Sabah

Kompas.com - 06/03/2013, 08:06 WIB

Dalam setidaknya sebulan terakhir, nama Kesultanan Sulu seolah bangkit kembali dari ”kuburan sejarah”-nya. Hal itu menyusul aksi nekat Sultan Sulu Jamalul Kiram III (74) dan para pengikut setianya, yang mencoba mengambil alih kembali wilayah Sabah dari Malaysia.

Awal Februari lalu, Jamalul mengutus adik bungsunya, Agbimuddin Kiram, untuk berangkat ke Sabah. Bersama ratusan pengikut yang sebagian membawa senjata, Agbimuddin mendarat di kawasan Lahad Datu, Sabah, dan langsung melancarkan aksinya. Penyusupan itu memicu kemarahan Pemerintah Malaysia.

Dalam situs www.royalsultanateofsulu.org, Jamalul Kiram III, Agbimuddin, dan tujuh saudara kandung mereka disebut sebagai bagian dan keturunan Kesultanan Sulu.

Klaim atas wilayah Sabah oleh orang-orang Sulu dilatari liku-liku sejarah yang rumit. Banyak kalangan menganggap klaim Kesultanan Sulu atas Sabah sudah sejak lama gugur.

Pertama, ketika mereka menandatangani kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS) pascakemenangannya melawan Spanyol, yang terlebih dahulu menjajah wilayah Filipina.

Pada tahun 1899, Sultan Jamalul Kiram II—kakak dari kakek Jamalul Kiram III, dan Jenderal John C Bates, komandan pasukan AS di Filipina, menandatangani sebuah perjanjian. Perjanjian yang dikenal dengan Traktat Bates itu pada praktiknya melucuti kekuasaan Kesultanan Sulu di wilayah kekuasaannya sendiri.

Pada awal berdirinya, Kesultanan Sulu menguasai wilayah kepulauan yang sangat luas dan kaya dengan berbagai kekayaan alam. Beberapa kepulauan utama itu antara lain Tawi-Tawi, Sanga Sanga, Sibutu, Siasi, dan Cagayan Sulu ditambah wilayah Sabah (Borneo Utara), yang sebelumnya dihadiahkan oleh Kesultanan Brunei atas bantuan Sulu melawan pemberontakan di Brunei.

Menurut catatan sejarah, Kesultanan Sulu didirikan pada pertengahan abad ke-15, oleh seorang petualang berdarah Arab kelahiran Johor, Shari’ful Hashem Syed Abu Bakr, yang menikahi seorang putri kerajaan setempat, Paramisuli.

Menyerahkan kedaulatan

Dengan Traktat Bates tersebut, praktis kekuasaan Sultan Sulu dibatasi menjadi sekadar simbol kepemimpinan agama dan adat.

Fakta sejarah lain yang dinilai menjadi penyebab hilangnya kekuasaan dan kedaulatan Kesultanan Sulu atas wilayah Sabah terjadi ketika pemimpinnya menandatangani kesepakatan dengan Pemerintah Filipina.

Pada 12 September 1962, Sultan Sulu ketika itu, Sultan Mohammad Esmail Kiram, bertemu dengan Wakil Presiden sekaligus Menteri Luar Negeri Filipina, Emmanuel Pelaez. Sultan sepakat menyerahkan kekuasaan dan kedaulatan atas Sabah kepada Pemerintah Filipina.

Kesepakatan serupa juga ditandatangani tahun 1969. Dengan penyerahan itu, Kesultanan Sulu menginginkan Pemerintah Filipina yang kemudian secara resmi memperjuangkan kembalinya Sabah dari Malaysia.

Akan tetapi, Pemerintah Filipina kemudian dinilai gagal memperjuangkan keinginan Kesultanan Sulu itu.

Akibatnya, keinginan mewujudkan daerah otonomi bagi etnis mayoritas di Sulu, Tausug, masih menjadi sebuah mimpi panjang.

Sejak Federasi Malaysia terbentuk pada 1963, Sabah telah menjadi salah satu negara bagiannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com