Paris, Selasa -
Meski demikian, tak ada luapan kegembiraan publik di Paris. Mereka justru mengkhawatirkan keselamatan anggota keluarga mereka yang kini menjadi tawanan oleh kelompok garis keras binaan Al Qaeda.
Keluarga khawatir akan nasib tawanan yang mungkin dapat dijadikan target balas dendam. Abou Zeid diyakini menawan empat warga Perancis yang diculik di Niger sejak tahun 2010. Pihak keluarga mendesak agar tidak ada lagi pengeboman agar negosiasi pelepasan tawanan dapat berjalan lancar dan sukses.
Terkait penculikan itu, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Perancis Laksamana Edouard Guillaud menegaskan, laporan penculikan tidak bisa dikonfirmasi pasti.
Pascale Robert, nenek Pierre Legrand, salah satu dari empat warga Perancis yang ditangkap di Niger, meminta Presiden Perancis Francois Hollande tidak lagi melakukan serangan membabi buta di Mali utara.
Kantor berita swasta Maruritania, Sahara Medis, mengutip salah satu anggota AQIM, menjelaskan, Abou Zeid terbunuh dalam satu serangan bom oleh Perancis di pegunungan Ifoghas. Sumber itu juga menegaskan, petinggi lain kelompok itu, Mokhtar Belmokhtar, selamat dan masih terlibat pertempuran.
Penjelasan itu bertentangan dengan klaim dari Chad, salah satu sekutu Perancis di Afrika, bahwa Belmokhtar tewas bersama Abou Zeid. Belmokhtar yang dijuluki ”Si Mata Satu” adalah dalang serangan ke ladang gas In Amenas, Alzajair, Januari lalu, menyebabkan 37 tawanan asing yang bekerja di ladang gas tersebut tewas.
Seorang penyiar Perancis, Senin, menayangkan gambar di salah satu telepon seluler yang menunjukkan mayat Belmokhtar berlumuran darah. Radio France Internationale juga mengatakan, gambar itu direproduksi dari situs internet yang diambil tentara Chad di Mali utara.
Perancis bereaksi hati-hati atas klaim Chad tentang kematian dua tokoh garis keras tersebut. Presiden Chad Idriss Deby Itno mengatakan, negaranya hanya berusaha tidak memperlihatkan jasad kedua tokoh AQIM itu untuk menghormati tradisi dan kebiasaan umat Muslim.
Pengakuan sumber Al Qaeda tentang tewasnya Abou Zeid terjadi saat seorang petinggi militer Perancis mengklaim bahwa intervensi yang diluncurkan pada 11 Januari di Mali utara berhasil memukul mundur AQIM dan sekutunya di Mali.
Menteri Pertahanan Perancis Jean-Yves Le Drian menegaskan, ada ”alasan untuk percaya” bahwa warga Perancis yang sedang disandera di Sahel masih hidup. Namun, dia juga menambahkan, tidak ada bukti kuat bahwa dua tokoh senior kelompok garis keras di Mali utara itu tewas.(AFP/AP/REUTERS/CAL)