Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Lalu yang Belum Tuntas di Sabah

Kompas.com - 05/03/2013, 08:18 WIB

Sementara pihak Kesultanan Sulu menganggap uang pajak tersebut tetap sekadar uang sewa wilayah mereka di Sabah. Status kepemilikan, menurut mereka, tak berubah.

”Dalam opini saya, uang itu seharusnya memang tetap sebagai uang sewa karena tidak ada penjualan yang harganya tidak tetap dan terus dibayar sampai kiamat,” ujar Roque.

Curigai Malaysia

Roque mengaku curiga ada kesepakatan diam-diam antara Pemerintah Filipina dan Malaysia, yang kemudian menyebabkan proses perdamaian antara Filipina dan MILF tak lagi melibatkan Kesultanan Sulu.

Tujuan akhirnya, Sabah nantinya tak dipersoalkan lagi pada masa mendatang. Sabah selama ini diketahui memang kaya sumber daya alam. Wilayah itu terus berkembang dan menjadi sumber kesejahteraan bagi Malaysia dan penduduknya.

Sebaliknya, Kepulauan Sulu sampai sekarang masih menjadi salah satu kawasan termiskin di Filipina. Faktor ekonomi diduga juga menjadi faktor pemicu lain pihak Sulu mencoba mengambil alih kembali Sabah.

”Fakta bahwa Malaysia mengajukan diri menjadi fasilitator (perundingan damai dengan MILF) pastinya berdampak pada keputusan pemerintahan Presiden Benigno Aquino III mengabaikan keberadaan Kesultanan Sulu. Mungkin juga Malaysia menawarkan diri lantaran mereka tak ingin klaim atas Sabah muncul lagi pada masa mendatang,” ujar Roque.

Kondisi itulah yang sekarang memicu kekhawatiran lain: situasi bakal berkembang menjadi jauh lebih buruk dan bahkan bisa memengaruhi proses damai di Filipina selatan.

Keberadaan Kesultanan Sulu di Filipina memang sangat dihormati dan disegani. Mereka dapat dengan mudah memperoleh dukungan dan simpati di dalam negeri, termasuk saat menghadapi krisis di Sabah kali ini.

Benito Lim, sejarawan dari Ateneo de Manila University, menilai, sejak awal langkah mengecualikan Kesultanan Sulu dalam perundingan damai tersebut sebagai sebuah kesalahan fatal yang dampaknya sekarang dirasakan, bukan hanya oleh Filipina, melainkan juga oleh Malaysia.(AFP/BBC/DWA/ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com