Dhaka, Senin -
Aktivitas sekolah dan pusat bisnis terpaksa dihentikan. Jalan-jalan utama antara ibu kota Banglades, Dhaka, dan kota terbesar kedua, Chittagong, terlihat sepi, demikian pula jalan tol dalam kota. Massa yang mengamuk membongkar rel kereta api dan membakar gerbong.
Mereka juga menyerang polisi dan pegawai pemerintah. Rumah milik pendukung pemerintah dibakar. Polisi membalas dengan gas air mata dan tembakan. Selain itu, para pengunjuk rasa juga memblokade tol ke tujuan wisata populer Cox’s Bazaar.
Blokade itu menyebabkan ratusan pelancong terperangkap, sebagian adalah wisatawan asing. Aparat keamanan bersiaga di beberapa daerah, terutama Dhaka, dengan kekuatan sekitar 10.000 polisi dan anggota batalion Reaksi Cepat.
Kepala kepolisian setempat, Azad Miah, mengatakan, lebih dari 3.000 turis meninggalkan Banglades sejak Kamis pekan lalu, sedangkan 700 wisatawan masih tertahan.
Sebelumnya, pemerintah melarang masyarakat berunjuk rasa dan berkumpul setidaknya di empat kota untuk mengakhiri kekacauan. Akan tetapi, kerusuhan yang terjadi sejak 21 Januari itu terus terjadi dan menyebabkan jatuhnya korban.
Sepanjang Senin, sedikitnya tiga pengunjuk rasa tewas dan belasan orang terluka akibat bentrokan. Kerusuhan dipicu vonis hukuman mati untuk Delwar Hossain Sayedee (73), petinggi Partai Jamaat-e-Islami, partai Islam terbesar di Banglades, Kamis lalu. Sayedee dinyatakan bersalah terkait kejahatan perang dalam perang kemerdekaan melawan Pakistan tahun 1971.
Sayedee juga dituduh sebagai pemuka agama yang menyebarkan hasutan serta didakwa bersalah karena penganiayaan dan pemerkosaan saat perang kemerdekaan berlangsung.
Pemerintah menuduh sejumlah pemimpin Jamaat-e-Islami sebagai kelompok yang pro-milisi Pakistan dan dinilai bersalah atas pembunuhan besar-besaran selama perang. Korban tewas akibat perang itu diperkirakan 300.00-500.000 orang.
Pejabat kota Kolaroa, Hossain Shawkat, menjelaskan, polisi paramiliter yang menjaga perbatasan di Kolaroa, selatan Banglades, menembak mati dua orang saat sekitar 1.000 pengunjuk rasa mencoba menyerang dengan tongkat dan batu. Di Ullapara, timur laut Banglad6es, seorang pengunjuk rasa meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit setelah polisi memberondong ratusan pemrotes.
Mereka menuntut penundaan pengadilan kejahatan perang. Jamaat-e-Islami menyatakan pengadilan itu sangat politis, bertujuan menghancurkan partai oposisi, dan bukan untuk menegakkan keadilan.