Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Suriah

Kompas.com - 05/03/2013, 02:49 WIB

Zuhairi Misrawi

Tidak ada yang mengira, revolusi yang berkobar di Suriah akan berubah menjadi tragedi politik berdarah-darah. Faktanya, Musim Semi itu sudah bermetamorfosis menjadi perang sipil (al-harb al-ahliyyah) antara kubu rezim Bashar al-Assad dan kubu oposisi.

Setidaknya 70.000-90.000 warga Suriah tewas, sebanyak 950.000 lebih warga berada di pengungsian, dan 1.000.000 lebih warga kehilangan tempat tinggal. Dari berbagai aspek, krisis politik di Suriah memerlukan penyelesaian yang bersifat komprehensif. Krisis tersebut telah menjadi ajang tarik-menarik kepentingan dan perebutan pengaruh dua negara adidaya di kawasan Timur Tengah, yaitu AS dan Rusia.

Gamal Wakim dalam Shira’ al-Quwa al-Kubra ’ala Suria: al-Ab’ad al-Geosiyasiyyah li Azmah 2011 menegaskan, dimensi geopolitik tak bisa dilepaskan dalam mencermati krisis politik di Suriah. Pertarungannya tak sekadar antara Al-Assad dan oposisi, melainkan jauh lebih kompleks. Arab Saudi ditengarai telah menjadi pelopor revolusi di kawasan Daraa dengan menggunakan kaum Salafi untuk melawan sekte Alawite dan kalangan Kristen. AS dan Uni Eropa turut serta mendorong revolusi bersama dengan Turki dan Yordania. Belakangan, Mesir menjadi salah satu negara yang mendesak agar Al-Assad lengser.

Di pihak lain, Rusia berkukuh memberikan dukungan terhadap rezim Al-Assad sebagai mitra strategisnya di Timteng dalam lima dekade terakhir. Faktanya, penyelesaian secara politik di PBB kerap berakhir dengan kebuntuan karena Rusia menggunakan hak veto untuk menolak proposal AS dan sekutunya dalam melakukan intervensi politik di Suriah. Sikap Rusia tidak kalah kuatnya dari sokongan AS dan sekutunya karena Rusia didukung sepenuhnya oleh China, Iran, dan Lebanon.

Karena itu, krisis politik yang berlangsung di Suriah punya dampak jauh lebih besar, yang pasti berbeda dengan Musim Semi yang berlangsung di Tunisia, Mesir, Yaman, dan Libya. Meski tak sama, krisis politik di Suriah mirip yang terjadi di Bahrain. Dimensi geopolitik sangat kentara sehingga penyelesaiannya harus melibatkan negara-negara yang terlibat dalam perebutan hegemoni politik. Di Bahrain, Arab Saudi punya andil yang cukup besar dalam menyelesaikan krisis politik. Di Suriah, Rusia merupakan faktor obyektif dalam mencari solusi krisis politik.

Sementara negara-negara Arab tidak bisa diandalkan untuk menjadi mediator dalam penyelesaian krisis Suriah. Negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab terbukti tak punya pengaruh cukup signifikan untuk menekan rezim Al-Assad. Hasil sejumlah pertemuan Liga Arab dalam memecahkan krisis politik di Suriah hanya dianggap pepesan kosong.

Ada dua problem yang dihadapi negara-negara Arab saat ini. Pertama, negara-negara Arab mempunyai problem internal cukup serius dalam menghadapi gejolak politik di negara masing-masing. Kedua, negara-negara Arab tak punya kesamaan sikap dalam menyelesaikan masalah Suriah karena selama ini mereka selalu menjadi subordinasi dari kekuasaan asing, khususnya AS dan sekutunya. Keberpihakan rezim negara-negara Arab terhadap kepentingan politik AS di Timteng menyebabkan hilangnya kepercayaan Bashar al-Assad terhadap Liga Arab.

Masa depan

Harus diakui, masa depan Suriah kian tak menentu. Pasalnya, AS dan Uni Eropa semakin telanjang menunjukkan keberpihakan terhadap oposisi. Menteri Luar Negeri AS John Kerry telah menyatakan akan menggelontorkan bantuan 60 juta dollar AS untuk kebutuhan medis dan pangan. Sementara Uni Eropa akan menambah amunisi kendaraan berlapis baja dan persenjataan bagi oposisi. Dukungan eksplisit itu kabar gembira bagi kubu oposisi yang beberapa bulan terakhir kehilangan optimisme karena rezim Al-Assad tidak mudah ditaklukkan. Persenjataan yang dimiliki rezim Al-Assad tidak pernah habis. Bahkan, mereka makin melancarkan serangan militer yang bersifat masif dalam rangka melumpuhkan sentra-sentra militer milik oposisi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com