BANGKOK, MINGGU -
Insiden yang juga melukai sedikitnya 11 orang itu terjadi tak lama setelah kesepakatan antara kelompok separatis dan Pemerintah Thailand di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk menggelar perundingan damai.
Jumat lalu, peristiwa serupa dilaporkan terjadi di provinsi tetangga, Narathiwat, yang melukai sedikitnya enam orang.
Seperti diwartakan sebelumnya, Pemerintah Thailand dan kelompok pemberontak Barisan Revolusi Nasional (BRN) bertemu di Kuala Lumpur. Mereka menandatangani kesepakatan untuk menggelar perundingan yang dimediasi Malaysia.
Konflik antara Pemerintah Thailand dan kelompok separatis di selatan Thailand itu berlangsung sejak tahun 2004 dan telah menewaskan 5.000 orang. Perundingan diperkirakan dimulai dalam dua pekan ini.
Terdapat sejumlah kelompok perlawanan di Thailand selatan. Pemerintah dan militer Thailand diyakini telah melakukan pendekatan dan pertemuan rahasia dengan mereka walaupun masih belum mau mengungkapnya kepada publik. Kebanyakan kelompok perlawanan itu bermukim di wilayah perbatasan dengan Malaysia.
Sejumlah pengamat menilai, hingga kini masih belum jelas, apakah semua kelompok pemberontak sepakat menggelar perundingan damai dengan pemerintah.
”Serangan yang baru saja terjadi sama polanya dengan cara kerja kelompok garis keras yang menolak perundingan damai. Mereka paham, jika perundingan dilakukan dalam konteks konstitusi Thailand, tak akan ada otonomi bagi mereka,” ujar Sunai Phasuk dari Human Rights Watch.
Kekerasan di Thailand selatan terus terjadi di tengah panasnya situasi politik di Bangkok, ibu kota Thailand. Pemilihan gubernur Bangkok semakin menegaskan perpecahan kekuatan politik di negeri itu, yakni antara pendukung partai Pheu Thai, yang didirikan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, dan kelompok loyalis monarki, Partai Demokrat.
Pemilihan diikuti sekitar 4,3 juta warga. Jajak pendapat pasca- pemberian suara memperlihatkan kemenangan sementara diraih oleh kandidat dari partai Pheu Thai, Pongsapat Pongcharoen, yang juga mantan petinggi polisi.