N'DJAMENA, JUMAT
Menurut Deby, Abou Zeid (46) tewas dalam pertempuran antara pasukan khusus Chad dan kelompok militan di Mali, sepekan lalu.
”Pada 22 Februari, kami kehilangan beberapa prajurit di pegunungan Ifogha (Mali) setelah menghancurkan satu markas kelompok militan. Ini untuk pertama kalinya pasukan kami bertempur langsung dengan para milisi itu. Pasukan kami membunuh dua pemimpin milisi, termasuk Abou Zeid,” ungkap Deby.
Chad, yang dikenal memiliki salah satu pasukan khusus padang pasir terbaik di Afrika, mengirimkan 2.000 tentara ke Mali untuk membantu operasi militer multinasional yang dipimpin Perancis. Operasi militer itu dilancarkan sejak 11 Januari untuk mengusir kelompok militan yang menguasai bagian utara Mali.
Kabar tentang kematian Abou Zeid sudah beredar sejak awal pekan ini setelah stasiun televisi independen di Aljazair, Ennahar TV, melaporkan bahwa Abou Zeid dan 40 milisi lain tewas dalam pertempuran di Mali utara. Beberapa surat kabar di Aljazair—negara asal Abou Zeid—juga mengabarkan kematiannya.
Salah satu surat kabar itu, El Khabar, melaporkan, Pemerintah Aljazair sedang melakukan tes DNA untuk memastikan apakah orang yang tewas itu adalah Abou Zeid.
Di Washington, seorang pejabat Pemerintah Amerika
Presiden Perancis Francois Hollande mengomentari kabar tewasnya Abou Zeid itu secara hati-hati. ”Sejumlah laporan beredar (soal tewasnya Abou Zeid), tetapi bukan saya yang akan mengonfirmasi itu,” tutur Hollande, Jumat.
Abou Zeid, yang bernama asli Mohamed Ghedir, adalah bekas penyelundup yang kemudian menjadi salah satu pemimpin kunci AQIM. Ia diduga berada di balik aksi penculikan dan pembunuhan beberapa warga Barat.