Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Syiah Pakistan Memilih Angkat Senjata

Kompas.com - 28/02/2013, 12:50 WIB

QUETTA, KOMPAS.com — Sambil menggenggam senapan serbu legendaris AK-47, Ismatullah memeriksa kendaraan bermotor yang melintasi jalan raya.

"Sudah cukup. Kami tak lagi percaya kepada aparat keamanan. Kami akan melindungi diri kami sendiri," kata Ismatullah, salah satu pemuda minoritas Syiah di Pakistan.

Kemarahan Ismatullah ini muncul setelah dalam dua pekan terakhir serangkaian serangan bom menewaskan 200 orang warga minoritas Syiah dari etnis Hazara.

Setiap kali terjadi serangan berdarah, ribuan etnis Hazara—termasuk perempuan dan anak-anak—menggelar unjuk rasa meminta agar tentara Pakistan melindungi mereka.

Pemerintah akhirnya turun tangan untuk mengakhiri unjuk rasa. Namun, pemerintah enggan mengirim militer untuk melindungi minoritas Syiah seperti tuntutan mereka.

Kelompok ekstremis Lashkar-e-Jangvi mengklaim bertanggung jawab atas serangkaian serangan bom itu dan mengancam akan membunuh semua warga Syiah.

Mahkamah Agung Pakistan dan aktivis HAM menuding Pemerintah Pakistan gagal melindungi etnis Hazara. Akibatnya, kini para pemuda seperti Ismatullah (18) memilih mengangkat senjata untuk melindungi diri sendiri dan keluarga mereka.

Teman karib Ismatullah ditembak mati Juni tahun lalu di dekat Hazara Town. Dia kemudian kehilangan lebih banyak teman saat pengebom bunuh diri meluluhlantahkan sebuah tempat biliar pada 10 Januari lalu dan bom di sebuah pasar pada 16 Januari.

"Saya tak bisa mengendalikan diri saat melihat banyak anak-anak dan perempuan kami tewas mengenaskan," kata Ismatullah yang baru saja masuk universitas itu.

"Komunitas kami hanya tertarik pada pendidikan dan bisnis, tetapi teroris memaksa kami untuk mengangkat senjata dan turun ke jalan untuk menjaga diri kami sendiri," lanjut Ismatullah.

Para pemuda Syiah Hazara itu membentuk kelompok bernama pemuda Syed-ul-Shohada, yang terdaftar sebagai bagian gerakan pramuka Baluchistan, yang adalah anggota gerakan pramuka internasional.

Selama bertahun-tahun, anak-anak muda seperti Ismatullah dikerahkan untuk mengamankan berbagai acara besar seperti prosesi keagamaan Muharam.

Namun, para tetua komunitas menganggap ancaman kini semakin besar sehingga anak-anak ini seharusnya dibayar sebagai bagian dari pasukan keamanan pemerintah.

"Kami memiliki 200 pemuda yang melakukan tugas-tugas keamanan dalam situasi tertentu. Sebagian besar mereka adalah pelajar dan pekerja dan tak bisa bekerja penuh," kata Ketua Gerakan Pramuka Hazara, Syed Zaman.

"Kami mencoba menciptakan sistem untuk memberikan gaji untuk penugasan permanen dan bekerja sama dengan aparat keamanan. Saya harap mereka bisa menjadi bagian pasukan reguler dan menerima gaji bulanan," tambah Zaman.

Sementara itu, Presiden Gerakan Pramuka Hazara, Ghulam Haider, mengatakan, mereka membuat kesalahan dengan mengandalkan perlindungan pemerintah ketika dua bom bunuh diri pertama meledak di rumah biliar di kawasan Alamdar Road.

"Beberapa menit setelah bom itu, terjadi ledakan bom lain dan kami kehilangan lebih banyak nyawa," ujar Haider.

"Kami tak ingin hal itu terjadi lagi sehingga setelah serangan pada 16 Februari, kami mempersenjatai anak-anak muda dan mengirim mereka ke jalanan. Langkah itu mencegah terjadinya lebih banyak bom," Haider mengklaim.

Hazara Town, lokasi pasar yang dibom, memang sangat terbuka. Tempat itu terletak di kaki pegunungan Chiltan dan dekat dengan jalan raya yang menghubungkan kota perbatasan Afganistan, Chaman, ke kota bisnis Pakistan, Karachi.

Pasukan korps perbatasan dan polisi memang menjaga di pintu-pintu masuk utama, tetapi mereka tidak pernah mengamankan kawasan hunian penduduk.

"Pasukan keamanan tak bisa melindungi kami. Mereka tidak memahami kawasan ini karena sebagian besar dari mereka berasal dari luar Quetta. Jadi, kami berencana untuk membentuk pos pemeriksaan sendiri di pintu masuk kawasan kami,"papar Haider.

Namun, kepolisian meragukan keberhasilan cara ini dan kurang sepakat dengan pembentukan milisi-milisi bersenjata.

"Jika kami menyetujui adanya komunitas bersenjata, itu akan menciptakan sebuah preseden buruk," kata Kepala Operasional Kepolisian Quetta, Fiaz Ahmed Sunbal.

Fiaz mengatakan, polisi berencana untuk menutup pintu masuk ke Hazara Town dan akan merekrut 200 pemuda Hazara untuk menjaga wilayah mereka sendiri.

Haider mengatakan, menutup jalan akan membuat komunitas Hazara terisolasi. Namun, ia menyambut baik rencana untuk merekrut para pemuda Hazara sebagai sebuah solusi jangka panjang.

"Jika mereka (pemerintah) tak melakukan apa pun dan sesuatu yang buruk kembali terjadi, kami akan mengangkat senjata dan membunuh lawan kami. Perang akan berkobar," ancam Zahid Ali (26), seorang penjaga toko.

Akankah perang baru berkobar di Pakistan?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com