Jebali meletakkan jabatannya, Selasa, setelah gagal menata pemerintahan yang terkoyak oleh pertikaian antara kubu Islamis dan penentang mereka dari kelompok sekuler. Dia menjadi PM Tunisia pada 24 Desember 2011 karena mendapat dukungan kuat dari Ennahda, partai Islamis.
Pria kelahiran 12 Januari 1949 itu pada 9 Februari lalu berkeras membentuk kabinet teknokrat yang berisi para ahli nonpartisan, tidak memiliki afiliasi politik, atau bukan politisi. Saat itu, dia mengisyaratkan akan meletakkan jabatannya jika Partai Ennahda yang berkuasa tidak menyetujui usulnya.
Jebali mengusulkan perombakan kabinet untuk mengakhiri krisis yang melilit negara itu pascapembunuhan tokoh oposisi, Chokri Belaid, awal Februari. Hari Senin, Jebali mengumumkan, usahanya untuk menyusun kabinet teknokrat telah gagal karena ditentang partainya sendiri.
Penolakan oleh Ennahda menambah panjang pertikaian politik yang telah membawa ”awan gelap” bagi alam demokrasi yang baru saja bertunas di Tunisia. Kondisi itu juga menambah parah krisis ekonomi dan kemiskinan yang telah memicu gelombang protes massa prodemokrasi untuk menggulingkan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali, dua tahun silam.
”Saya telah berjanji bahwa, kalau usul saya tak berhasil, saya akan mundur, dan saya sudah membuktikannya,” ujar Jebali seusai bertemu Presiden Moncef Marzouki, Selasa.
Krisis politik paling parah di Tunisia terjadi sejak revolusi rakyat 2011, yang menggulingkan Ben Ali. Krisis itu makin buruk dan akhirnya meletus setelah Belaid, politisi yang sering mengkritik pemerintah dan Ennahda, ditembak mati di luar rumahnya di Tunis, 6 Februari.
Tak ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan Belaid. Situasi itu menimbulkan spekulasi liar di masyarakat bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh anggota milisi binaan Ennahda atau setidaknya oleh antek pemerintahan Jebali.
Tudingan itu disangkal Jebali dan Ennahda. Meski demikian, situasi tersebut telah membuat negara itu jatuh dalam kekacauan karena aksi protes meletus di sejumlah kota di Tunisia, tempat sebagian besar kantor Partai Ennahda dibakar dan dirusak massa. Empat partai oposisi saat itu juga langsung keluar dari parlemen.