Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Situasi Tunisia Tak Menentu

Kompas.com - 08/02/2013, 02:07 WIB

tunis, kamis - Situasi di Tunisia makin tidak menentu, Kamis (7/2). Pengacara dan hakim di seluruh negeri serta para dosen Universitas Mandouba di dekat Tunis melakukan mogok massal guna memprotes pembunuhan tokoh oposisi Tunisia.

Sehari sebelumnya, tokoh oposisi dari Front Populer, Chokri Belaid, tewas ditembak di rumahnya di Tunis. Ribuan orang lalu membanjiri kota, menggelar unjuk rasa memprotes kematian Belaid. Bentrokan antara aparat dan massa tidak terhindarkan hingga seorang polisi tewas akibat dihantam batu di dadanya.

Massa yang marah lalu membakar kantor partai berkuasa, Partai Ennahda di sejumlah kota di seluruh negeri. Empat kelompok oposisi, termasuk Front Populer, juga menyatakan mundur dari parlemen. Pihak oposisi dan keluarga Belaid menuding partai berkuasa membunuh tokoh oposisi yang terkenal vokal dalam mengkritik kebijakan pemerintah dan partai berkuasa.

Aksi protes berlanjut dengan mogok massal oleh para pengacara dan hakim di seluruh negeri, Kamis. Para dosen di Universitas Mandouba di dekat Tunis, ibu kota negara, mogok mengajar. Pemogokan akan berjalan dua hari sebagai tanda perkabungan atas kematian Belaid.

Serikat pekerja terbesar di Tunisia, UGTT, sepakat menggelar aksi mogok pada Jumat ini, yang bertepatan dengan pemakaman jenazah Belaid.

Ratusan polisi dikerahkan di jalan protokol Habib Bourguiba di pusat kota Tunis, yang jadi pusat revolusi tahun 2011 untuk menggulingkan diktator Zine al-Abidine Ben Ali. Hari Rabu, massa kembali turun ke tempat bersejarah itu dan menggelar unjuk rasa mengecam pemerintah.

Sejumlah kendaraan pengangkut aparat keamanan tampak di sekitar pusat kota dan jalan-jalan di dekat Kementerian Dalam Negeri di Tunis yang ditutup untuk lalu lintas umum.

Partai-partai oposisi dan serikat pekerja menahan diri mengajak massa kembali ke jalan, Kamis, seperti sehari sebelumnya. Unjuk rasa pada Rabu di Tunis, yang menewaskan satu polisi, menegaskan lagi bahwa pergolakan sosial masih menjadi ancaman di negara tempat kelahiran Musim Semi Arab itu.

Perombakan ditentang

Perdana Menteri Hamadi Jebali, yang diusung Ennahda, sebelumnya merencanakan perombakan total kabinet untuk mencegah meluasnya krisis terbaru ini.

Dalam pidato di televisi, Rabu, Jebali menyatakan akan membentuk kabinet baru yang berisi para teknokrat tanpa afiliasi politik menjelang pemilu.

”Saya telah memutuskan untuk membentuk pemerintahan nasional yang kompeten tanpa afiliasi politik yang akan memiliki mandat terbatas untuk mengelola urusan negara sampai pemilu dilaksanakan dalam waktu sesingkat mungkin,” kata Jebali.

Dia tidak menyebutkan bahwa itu berarti dia membubarkan pemerintahan saat ini. Jebali juga tidak menetapkan secara pasti kapan perombakan kabinet, yang harus disetujui parlemen, itu akan dilakukan.

Namun, rencana Jebali itu langsung ditolak partai berkuasa, Kamis. Seorang petinggi Ennahda mengatakan, Jebali tidak melakukan konsultasi sebelum menyampaikan gagasannya.

Wakil Presiden Partai Ennahda Abdelhamid Jelassi mengatakan, tindakan Jebali itu menunjukkan ada perpecahan di tubuh partai. Persoalan ini dapat memperpanjang krisis di Tunisia. ”Perdana Menteri tidak meminta pandangan dari partainya,” kata Jelassi, Kamis.

Presiden Moncef Marzouki sebelumnya juga mengecam pembunuhan Belaid sebagai ”pembunuhan keji”.

Ennahda membantah tuduhan bahwa partai Islamis itu berada di balik pembunuhan Belaid. Ketua Partai Ennahda Rached Ghannouchi mengatakan, pembunuh Belaid menginginkan pertumpahan darah terjadi di Tunisia, tetapi hal itu tidak akan berhasil. (AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com