Fabius kepada radio Perancis mengatakan, serangan terarah ke Kidal itu terjadi Sabtu malam hingga Minggu dini hari. Lokasi serangan tak jauh dari daerah perbatasan Aljazair. Serangan itu merupakan bagian upaya memotong jalur suplai barang untuk kelompok-kelompok radikal.
”Mereka tidak dapat bertahan lama di sana kecuali jika memiliki pasokan logistik yang baru,” kata Fabius sambil menegaskan, Perancis berharap pasukan Afrika segera mengambil alih tanggung jawab atas keamanan Mali.
Perancis meluncurkan serangan udara ke sejumlah tempat di sekitar Kidal dan Tessalit, Mali timur laut. Setidaknya 30 pesawat udara terlibat misi serangan udara itu. Sementara pasukan Mali menyisir di darat, dan itu dilakukan hingga Senin.
Kidal adalah benteng terakhir kelompok militan yang telah menduduki wilayah gurun utara Mali itu selama 10 bulan ketika pasukan Perancis memulai intervensi militernya di Mali, 11 Januari lalu. Tessalit diyakini menjadi lokasi penahanan tujuh warga Perancis yang diculik kelompok milisi.
Juru bicara militer Perancis, Kolonel Thierry Burkhard, mengatakan, jet-jet tempur, pesawat mata-mata, dan pesawat pengisi bahan bakar terlibat dalam operasi besar tengah malam di daerah Tessalit di sebelah utara Kidal itu. Targetnya adalah pusat pelatihan, gudang senjata, dan depot bahan bakar.
”Operasi udara penting ini terjadi di Kidal dan di wilayah Tessalit. Sasarannya ialah depot-depot logistik dan kamp-kamp pelatihan milisi di sekitar 20 lokasi,” kata Burkhard.
”Di sana masih ada banyak kelompok garis keras, antara lain, Gerakan untuk Persatuan dan Jihad (MUJAO) dan Ansar Dine,” katanya. Kedua kelompok ini berkaitan erat dengan jaringan teroris internasional Al Qaeda.
Serangan udara ini terjadi tiga minggu setelah Perancis memelopori intervensi militer untuk menekan milisi binaan Al Qaeda yang telah mencaplok dua pertiga wilayah Mali utara. Sejak itu pasukan Perancis telah sukses memukul mundur pemberontak dari tiga wilayah strategis di utara, yakni Gao, Kidal, dan Timbuktu.