Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagian Sandera di Ladang Gas Aljazair Tewas

Kompas.com - 18/01/2013, 09:12 WIB

ALGIERS, KOMPAS.com - Tentara Aljazair, Kamis (17/1), melancarkan serangan terhadap kelompok militan yang menyandera 41 warga asing di kompleks ladang gas In Amenas, Aljazair timur. Sebagian sandera dilaporkan tewas, tetapi jumlahnya masih simpang siur. Penyanderaan itu telah memicu kecaman dunia internasional.

Pejabat pemerintah setempat mengatakan kepada kantor berita Reuters, enam sandera dan delapan milisi penyandera mereka tewas dalam serangan pasukan Aljazair. Sumber lain menyebutkan, 25 sandera dilaporkan lari menyelamatkan diri dan empat orang lainnya berhasil dibebaskan.

Sementara itu kantor berita Mauritania, ANI, melaporkan, tujuh warga asing masih disandera kelompok militan itu, yang terdiri atas dua warga Amerika Serikat (AS), tiga warga Belgia, satu warga Jepang, dan satu warga Inggris.

Akan tetapi, pihak penyandera mengatakan kepada ANI, sebanyak 34 sandera dan 15 milisi tewas setelah helikopter militer Aljazair menembak konvoi kendaraan pembawa para sandera. Pemimpin kelompok militan itu, Abu al-Baraa, termasuk di antara mereka yang tewas.

Situasi sesungguhnya seputar penyerangan itu belum bisa dikonfirmasi karena pihak Pemerintah Aljazair belum bersedia memberikan keterangan resmi. Para pejabat Inggris, Jepang, Norwegia, dan Perancis hanya menyatakan mereka telah diberi tahu oleh otoritas Aljazair bahwa operasi militer sedang berlangsung.

Kelompok penculik, yang terdiri atas 20 orang dan mengaku berasal dari kelompok militan bernama ”Batalion Darah”, mengklaim telah menyerang kompleks ladang gas In Amenas, Rabu pagi. Serangan itu menewaskan satu warga Inggris dan seorang warga Aljazair. Satu media lokal Aljazair menambahkan, seorang warga Perancis ikut dibunuh

Para penyerang juga mengaku menyandera 41 warga asing, yang berasal dari Austria, Norwegia, Perancis, AS, Inggris, Romania, Kolombia, Thailand, Filipina, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman. Ladang gas In Amenas dioperasikan bersama oleh perusahaan BP dari Inggris, Statoil dari Norwegia, dan perusahaan Aljazair, Sonatrach.

Kelompok militan itu mengaku melancarkan aksinya sebagai protes terhadap intervensi militer asing di Mali utara yang dipelopori Perancis, sejak Jumat pekan lalu.

Tuntutan para penculik juga dialamatkan ke Algiers. Mereka mendesak pemerintah melepaskan anggota kelompoknya yang ditangkap aparat keamanan untuk ditukarkan dengan tawanan asing. Algiers juga diprotes karena mengizinkan ruang udaranya dipakai Perancis menyerang jaringan mereka di Mali utara.

”Aljazair dipilih menjadi target operasi untuk memberi tahu Presiden Abdelaziz Bouteflika bahwa kami tak menerima penghinaan atas kehormatan rakyat Aljazair dengan membuka ruang udara Aljazair bagi pesawat Perancis,” ungkap kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.

Teroris Al Qaeda

Menteri Dalam Negeri Aljazair Dahou Ould Kablia menegaskan, pemerintah tak akan mau berunding dengan para ”teroris”. Dia mengatakan, kelompok yang terkait dengan Al Qaeda itu sedang dikepung militer dan aparat keamanan lainnya.

Salah satu pemimpin jaringan Al Qaeda di Afrika Utara (AQIM), Mokhtar Belmokhtar, yang juga dikenal sebagai veteran perang melawan Uni Soviet di Afganistan tahun 1980-an, mengaku bertanggung jawab atas aksi di In Amenas itu.

Belmokhtar dijuluki ”Si Mata Satu” karena selalu memakai penutup mata sejak salah satu matanya hilang.

Reaksi atas pembunuhan dan penculikan pun muncul. Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan, kejadian ini ”berbahaya dan situasi akan berkembang cepat”. Perdana Menteri David Cameron telah berbicara dengan Bouteflika, dan London mengirim tim khusus menyikapi kasus tersebut.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menegaskan, telah digelar pertemuan darurat terkait insiden Aljazair. Jepang segera bertindak menanganinya dan bekerja cepat bersama negara-negara terkait.

Di Mali utara, pertempuran sengit terus terjadi antara militan dengan tentara Perancis dan Mali. Chad mengirimkan 2.000 tentaranya demi memperkuat pasukan asing lain yang dipimpin Perancis untuk mengurung para milisi bersenjata.(AFP/AP/REUTERS/BBC/CAL)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com