Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakistan Makin Tidak Menentu

Kompas.com - 17/01/2013, 03:34 WIB

islamabad, rabu - Situasi politik dan keaman- an di Pakistan makin tidak menentu. Pada saat puluhan ribu orang di Islamabad, Rabu (16/1), melanjutkan aksi protes menuntut pemerintah mundur, ratusan warga di Peshawar berunjuk rasa memprotes pembantaian 18 anggota keluarganya.

Di pihak lain, kekerasan di wilayah perbatasan dengan India juga telah menewaskan salah satu tentara Pakistan. Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Raja Pervez Ashraf, yang tengah didemo ribuan warga antikorupsi, menuding India membunuh tentara Pakistan.

Seorang ulama populer Pakistan, Tahirul Qadri, Rabu, mendesak politisi segera bergabung dengan puluhan ribu peserta aksi unjuk rasa terbesar di Islamabad, yang belum pernah terjadi selama ini. Massa mendesak pemerintahan segera lengser karena berkubang praktik korupsi.

Aksi unjuk rasa pada hari ketiga ini membawa massa yang semakin banyak dibandingkan dengan dua hari sebelumnya. Tuntutan mereka semakin kencang setelah Mahkamah Agung menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap 16 pejabat penting, termasuk PM Ashraf, dalam sebuah kasus korupsi.

Puluhan ribu orang, yang dipimpin ulama terpandang tersebut, berkumpul di halaman gedung parlemen di Islamabad. Mereka mendirikan tenda, menyediakan stok makanan dan obat-obatan yang banyak. Ribuan orang terus berdatangan mendengarkan pidato Qadri.

Pemilu dijadwalkan akan diselenggarakan pada pertengahan Mei, tetapi Qadri menghendaki parlemen segera dibubarkan. Dia mengulangi lagi tuntutan sehari sebelumnya, yakni segera dibentuk pemerintah sementara. Semua itu harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pihak militer dan lembaga peradilan. Reformasi penting itu harus sudah dilakukan sebelum pemilu.

Helikopter militer membayangi kerumunan massa. Qadri berpidato berapi-api sambil berdiri di balik satu mobil antipeluru. Menurut dia, aksi akan dilakukan sampai pemerintahan Ashraf turun. Oposisi utama menghendaki agar Presiden Asif Ali Zardari ikut dilengserkan.

Sebagian pemrotes membawa pamflet dan spanduk bertuliskan ”Stop Korupsi”. Aksi protes massa antikorupsi ini semakin tegas menuntut pemerintah mundur, karena mereka menilai, negara dipenuhi para pejabat korup. Korupsi hanya akan menyengsarakan negara dan rakyatnya. Pemerintahan seperti ini tidak patut untuk dipertahankan lagi.

Baru pulang

Qadri (61), seorang ulama moderat yang santun. Pria berjanggut putih, mengenakan kacamata, dan suka mengenakan jaket bergaris hitam putih itu baru saja pulang dari Kanada setelah tinggal bertahun-tahun di sana.

Begitu kembali ke tanah air- nya, dengan cepat dia mendapat jutaan pengikut. Sebagian langsung mengikuti seruannya melakukan aksi protes menentang pemerintah yang korup.

Jebolan sebuah universitas ini pernah mengajar hukum dan yurisprudensi Islam. Pada 1981, dia mendirikan Tehreek-e-Minhaj-ul-Quran, jaringan keagamaan dan pendidikan untuk mempromosikan hubungan yang harmonis antaragama dan beroperasi di lebih dari 70 negara.

Qadri kemudian mendirikan partai politik. Tahun 2002, dia terpilih menjadi anggota parlemen di bawah diktator militer Pervez Musharraf, tetapi dua tahun kemudian dia mundur karena muak dengan sistem pemerintahan saat itu. Dia lalu pindah ke Kanada, dan kembali ke Pakistan, 20 Desember lalu.

Baru tiga hari di Pakistan, dia memimpin aksi unjuk rasa besar yang diikuti 100.000 orang di Lahore. Dia mengultimatum pemerintah agar dalam waktu tiga minggu segera memulai reformasi. Jika tidak, pemerintah akan menghadapi aksi massa lebih besar lagi di Islamabad.

Qadri menyebut dirinya sendiri sebagai ”penjaga” hak dan kepentingan 180 juta warga Pakistan.

(AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com